ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Beberapa hari terakhir, aksi demonstrasi digelar berturut-turut di depan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU). Massa menduga ada kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) pada Pemilu 2024.
Melalui jalur politik di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), muncul wacana penggunaan hak angket untuk mendalami dugaan kecurangan Pemilu dan Pilpres 2024.
Meski banyak dugaan kecurangan, rekapitulasi suara nasional yang diumumkan KPU tetap sah dan mempunyai legitimasi yang kuat. Hasil rekapitulasi itu yang digunakan pasangan Anies-Muhaimin ataupun Ganjar-Mahfud untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Karenanya, 'bola panas' hasil Pemilu 2024 atas kemenangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming kini berada di tangan Hakim Konstitusi. Berdasarkan aturannya, gugatan ke MK dapat diajukan dalam dua opsi yakni perselisihan hasil pemilu atau pembatalan hasil pemilu.
Namun, opsi pertama sangat sulit ditempuh lantaran beda perolehan suara mereka dengan Prabowo-Gibran terlampau jauh. Karena itu, satu-satunya cara yang bisa dilakukan ialah dengan menggugat hasil Pemilu 2024.
Hal itu sejalan dengan dugaan adanya kecurangan TSM yang menguntungkan salah satu pihak tertentu.
Pada Kamis (21/3/2024) Anies-Muhaimin resmi mendaftarkan permohonan pembatalan Keputusan KPU nomor 360/2024 tentang penetapan hasil pemilu.
Dalam aturan yang ada, MK memang memiliki wewenang mengubah hasil pemilu apabila ditemukan masalah dalam penyelenggaraannya.
Sejumlah pengamat mewanti-wanti agar MK tidak hanya berfokus pada hasil yang ada melainkan juga turut melihat dari proses pelaksanaan Pemilu 2024 yang berjalan.
Apakah perolehan tersebut didapatkan dengan cara yang patut atau penuh kecurangan.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT