“Selamat yang Bro, dengar-dengar proposal proyek kamu disetujui. Bagi-bagi dong, kan nilainya besar,” kata Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan Yudi.
“Iya mas Bro, traktir dong,” tambah Yudi.
“Wah kami ikut kecipratan dong,” tambah Ayu Bahari, pemilik warteg ikut nimbrung.
“Ini baru persetujuan awal. Proposal masih dikaji lagi sebulan ke depan. Jika lolos, baru proyek bisa berjalan,” jawab mas Bro.
“Meskipun baru tahap awal, tapi puas karena sudah persetujuan, berarti tanda-tanda kebaikan di depan mata,” kata Heri.
“Iya juga sih. Tetapi pitutur luhur mengajarkan agar kita tidak boleh cepat berpuas diri menyikapi keadaan, keberhasilan apapun bentuknya,” kata mas Bro.
“Kalau itu saya setuju Bro. Apalagi proyek besar, sekalipun nantinya proyek berjalan, tantangan ke depan masih menghadang. Dengan cepat berpuas diri melemahkan potensi,” kata Yudi.
“Betul dengan kita mendapatkan kepercayaan, kita harus meningkatkan kualitas diri agar kepercayaan semakin meninggi, bukan berpuas diri,” kata Heri.
“Sekalipun apa yang telah kita kerjakan mendapat pujian dan pengakuan, tidak lantas berhenti meningkatkan kualitas diri. Berhenti meningkatkan kualitas diri tidak ubahnya dengan berhenti di tengah jalan yang masih panjang,” jelas mas Bro.
“Ibarat kompetisi sepakbola. Kemenangan awal menjadikan tugas makin berat, karena lawan yang dihadapi ke depan, tentu lebih berat. Dengan cepat berpuas diri melemahkan strategi pertahanan dan serangan,” urai Heri yang hobi sepakbola.
“Berarti kemenangan dalam kompetisi menuntut tanggung jawab lebih besar karena tugas berat menghadang sebagai risiko dari sebuah kemenangan,” kata Yudi.
“Begitulah, termasuk kemenangan dalam pemilu, baik pilpres maupun pileg. Tuntutan ke depan adalah memperjuangkan aspirasi para pemilihnya,” kata Heri.
“Kemenangan wajib disyukuri, tetapi jangan lantas cepat berpuas diri. Berpuas diri atas hasil yang telah dicapai, akan menjadi penghalang. Karena langkah ke depan masih panjang penuh dengan beragam tantangan,” kata mas Bro. (joko lestari).