TANGERANG, POSKOTA.CO.ID - Adalah kakek Marwan, pria kelahiran tahun 1960 silam, setiap harinya hanya bekerja sebagai pemecah puing batu sisa bangunan.
Profesinya itu ia lakukan sejak 8 tahun terakhir dengan sukarela dan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan apapun.
Pria 64 tahun itu, dengan setia menjalani profesinya memecahkan puing batu berbagai ukuran, menjadi serpihan batu kecil, kendati sesekali ia harus merasakan sakit pada jari tangan dan lengannya, manakala terkena palu maupun serpihan batu.
Namun hal itu bukanlah sesuatu hal yang harus ia keluhkan, hingga akhirnya, untuk menghindari sesuatu hal pada bagian tangannya, ia pun menggunakan sarung tangan kain, seadanya.
Selain itu, untuk menghindari dari panasnya terik matahari maupun hujan, bapak satu anak itu pun menutupi kepalanya dengan topi cotom, khas petani. Serta menutupi wajahnya dengan selapis masker kain, bercampur tebalnya debu.
Bagi mereka yang kerap melintas di jalan penghubung kawasan Cikupa Mas, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, rasa-rasanya sudah tidak asing lagi manakala melihat kakek Marwan menjalani profesinya di sisi jalan.
Walau dengan kondisi yang sudah renta, namun niat mulianya untuk memperbaiki jalan rusak, tetap ia lakukan dengan sepenuh hati, kendati tanpa imbalan.
Dari serpihan batu yang ia kumpulkan, seolah menjadi doa dan tekad kuat sang kakek untuk terus berupaya memperbaiki jalan rusak di kawasan tersebut.
Bahkan, hingga saat ini, jalan rusak di kawasan itu, diperkirakan panjangnya mencapai 100 meter, dengan kontur tanah merah dan berlubang.
Keinginannya tidak muluk-muluk, ia hanya berharap agar jalan yang kerap dilalui pengendara, terasa nyaman, aman serta terhindar dari kecelakaan atau hal buruk lainnya.
Bahkan, saat Poskota menghampirinya, ia mengaku, bahwa kondisi jalan tersebut sudah rusak parah, sejak lama dan tidak ada yang mau memperbaikinya.
"Dari dulu jalanan ini kan rusak parah. Tidak ada yang mau benerin. Padahal sering dilewati sama pengguna jalan," katanya, Selasa (27/2/2024).
Atas dasar rasa peduli terhadap sesama, kakek yang tinggal tak jauh dari jalan rusak itu, mengumpulkan serpihan batu dari puing batu yang ia pecahkan, mengangkut dan menambal jalan dengan tangan dan sisa-sisa tenaganya, sendiri.
"Puing (batu) kan pada gede-gede. Jadi saya pecahin biar ga bahaya buat kendaraan yang lewat. Apa lagi motor. Bisa tergelincir, kan jalan ini tanah merah juga," ungkapnya.
Lebih jauh, kakek Marwan menuturkan, bahwa puing batu yang ia pecahkan, sering kali berasal dari sisa bangunan (brangkal) yang ditaruh di pinggir jalan oleh pekerja bangunan di kawasan sekitar.
Bahkan, sejak ia menekuni profesi dari tahun 2016 itu, kakek Marwan mengaku, dirinya tidak pernah mendapatkan bantuan dari pihak manapun.
Padahal, dia dan istri tercintanya, tidak memiliki pekerjaan tetap, hanya mendapatkan rezeki dari para penggunaan jalan yang peduli, itupun seikhlasnya. Namun rasa syukur kerap terucap dari setiap kalimat yang ia lontarkan, sembari sesekali dibarengi dengan senyum khasnya.
"Kalau dibilang cukup (penghasilan) sih enggak. Tapi saya tidak pernah minta uang ke pengguna jalan. Tapi suka ada yang ngasih Rp5 ribu, Rp10 ribu, Rp20 ribu. Itu aja sudah alhamdulillah, bisa untuk makan," syukurnya.
Marwan berharap, dengan bekerja ikhlas menimbun jalan yang rusak tanpa mengharapkan imbalan, dapat membantu sesama, dan menjadi amal yang akan ia tuai di haribaannya kelak. (Veronica Prasetio)