Merosotnya tingkat partisipasi politik di kalangan generasi muda, terjadi juga di negara maju, di Jepang misalnya.
Seperti diberitakan sejumlah media, generasi muda Jepang kini enggan menonton isu - isu berbau politik. Alasannya, pejabat publik tidak memenuhi janji kampanye seperti diungkapkan sebelum menjabat.
Setelah terpilih visi dan misi, kerap berbeda. Ini yang membuat tingkat partisipasi publik, utamanya generasi muda dalam pemilihan kurang dari 40 persen.
“Artinya golput didominasi kaum muda. Ini menjadi masalah serius, mengingat masa depan bangsa di negara manapun berada di tangan generasi muda,” kata mas Bro mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, Yudi dan Heri.
“Lantas bagaimana dengan negeri kita?,” tanya Heri
“Meningkatkan partisipasi politik di kalangan generasi muda sangatlah penting. Data menyebutkan jumlah pemilih muda mencapai 60 % atau sekitar 110 juta orang dari total pemilih 204 juta lebih,” kata mas Bro.
“Berarti pemilih muda sangat menentukan. Tak hanya penentu kemenangan pilpres dan pileg, juga arah kebijakan pemerintahan ke depan,” kata Yudi.
“Yang lebih penting sejauh mana tingkat partisipasi politiknya dalam pemilu 2024. Sejumlah ahli mengatakan sebagian kaum muda masih apatis terhadap dunia politik,” kata mas Bro.
“Mengapa bisa begitu ya?,” tanya Heri.
“Banyak faktor penyebabnya, di antaranya mencuatnya penilaian bahwa politik adalah permainan elite untuk meraih kekuasaan. Mungkin juga generasi muda merasa lelah menghadapi kompleksitas permainan politik,” kata mas Bro.
“Ya, politik itu memang bertujuan meraih kekuasaan. Tentu dengan kekuasaan itu dapat digunakan untuk memajukan bangsa dan negara. Bagaimana mau mengubah keadaan menjadi lebih baik, tanpa adanya kekuasaan,” jelas Yudi.