BANYAK kejadian, suami ikut kampanye calon A, sementara sang istri ikut mendukung calon B.
Jika mau kampanye saling jalan sendiri bersama teman, tetangga yang sehati.
Sabtu atau Minggu, biasanya utuk acara keluarga, kini masing-masing jalan sendiri sesuai aspirasi politiknya.
“Itu namanya dekat, tetapi belum tentu sehati dalam aspirasi. Sebagai suami -istri tentu sehati, bahkan sehidup semati, Tetapi dalam urusan politik, masing-masing jalan sendiri-sendiri,” ujar Heri mengawali obrolan warteg, usai maksi bersama sohibnya, mas Bro dan Yudi.
“Wajar, yang penting begitu kembali ke rumah, kembali sehati. Jangan karena beda pilihan, suami pulang ke rumah sehabis ikut kampanye, lantas dicemberuti. Biasanya kopi siap di meja, sekarang cuma gelas kosong,” tambah Yudi.
“Ini cerita pengalaman pribadi, apa bicara soal fenomena yang terjadi belakangan ini,” tanya mas Bro.
“Ini soal fenomena, ada tetangga yang begitu, Dikit-dikit nyangkut pengalaman pribadi juga,” jawab Heri.
“Suami istri beda pilihan politik itu biasa, itu namanya demokrasi. Yang penting jangan karena beda pilihan politik, masalah rumah tangga dari urusan dapur hingga tempat tidur hancur,” kata Yudi.
“Ya nggak sampai segitunya. Kalau sesekali cemberut, itu bukan karena beda pilihan, tetapi bumbu kasih sayang,” celetuk Ayu Bahari, pedagang warteg ikut nimbrung.
“Setuju Yu, meski beda pilihan jangan sampai kita bubrah, Persahabatan jalan terus. Masing-masing saling menghargai pilihan. Jangan mempertontonkan kehebatan calon yang didukungnya pada orang yang bukan sehaluan,” kata Yudi.
“Itu juga setuju. Karena mempertontonkan kehebatan orang yang bukan menjadi pilihannya, akan menimbulkan ketersinggungan, perselisihan dan perpecahan,” tambah Heri.