Sering dikatakan yang keras akan luluh dengan kelembutan. Yang keras adakalanya dapat dimusnahkan dengan kelembutan. Keras dapat hanyut karena kelembutan.
Maknanya sekeras apapun sebuah sikap akan luluh jika dihadapi dengan kelembutan. Apalagi dalam prosesnya dibarengi dengan kasih sayang, sopan santun dan keramahtamahan.
“Itu pula hendaknya dalam merespon situasi, apa pun yang terjadi. Jangan adu keras, adu kuat. Coba saja, gelas jatuh ke lantai akan pecah, tetapi jika jatuh ke kasur, keduanya akan tetap utuh,” ujar Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, Mas Bro dan Yudi.
“Begitu juga dalam merespons pendapat masyarakat. Dalam berdebat, sikap lembut dan luwes lebih menguntungkan, ketimbang keras kepala dan lain sebagainya,” kata Yudi.
“Dalam filosofi Jawa dikatakan ‘Suro Diro Jayaningrat, Lebur Dening Pangsatuti’ yang artinya segala sifat keras hati, hanya akan bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar,” kata Mas Bro.
“Itu ajaran ketiga Sunan Kalijaga, yang memberi pesan kepada kita semua hendaknya mengutamakan akhlakul karimah, tidak arogan, sombong, keras hati, mentang – mentang,” tambah Heri.
“Betul itu ajaran kepada kita hidup di dunia, hendaknya saling asah, asih dan asuh. Ada welas asih, empati, peduli. Jangan karena punya jabatan dan kekuasaan. Lantas sewenang – wenang,” kata mas Bro.
“Sebagai petugas, aparat di level manapun harus bertindak tegas dalam menjalankan tugas. Tetapi tegas, bukan berarti keras. Jika keras dilawan dengan keras, terjadi benturan, muncul konflik. Tetapi dengan kelembutan, yang keras menjadi luluh,” ujar Yudi.
“Betul Bro. Ketika istri saya marah, ngomel- ngomel saya lebih baik menghindar, sementara menyingkir. Kalau dilawan bukan makin luluh, tapi bisa tambah marah,” kata Heri.
“Tapi pernah istri saya marah, saya pergi. Pulang – pulang nggak diajak ngomong, malah makin marah,” ujar Yudi.
“Ya, jelas dong, istri marah ditinggal pergi ya makin marah. Yang diharapkan perhatian, kasih sayang, kelembutan hati, bukan malah pergi,” kata Heri. (joko lestari)