KIAN mendekati hari pemungutan suara pilpres dan pileg, situasi kian menghangat.
Saling kritik antar elite politik, semakin santer.
Dapat diibaratkan tiada hari tanpa kritik, dan saling serang.
“Di negara demokrasi, menyampaikan aspirasi, pendapat, kritik adalah wajar dan sah-sah saja. Nggak ada yang aneh, yang aneh, jika tanpa adanya kritik,” kata Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan Yudi.
“Jadi kritik itu diperlukan ya?,” kata Yudi.
“Sepanjang kritik dilakukan untuk perbaikan, sering disebut kritik yang bersifat membangun, bukan meruntuhkan,”kata mas Bro.
“Berarti nggak boleh asal kritik,” ujar Yudi.
“Sebaiknya kritik disampaikan dengan argumen yang jelas, ada uraian mengapa harus dikritik. Misalnya, mencegah terjadinya penyimpangan, agar tidak kebablasan,” ujar mas Bro.
“Kritik kerap juga dilakukan karena terindikasi, menurut si pengkritik, telah terjadi pelanggaran norma dan etika,” ujar Heri.
“Yang penting kita perlu bijak dalam merespons setiap kritikan dari manapun datangnya, siapa pun orangnya. Tak perlu alergi terhadap kritik,” urai mas Bro.
“Anggap saja kritikan sebagai pengawal jiwa kita, agar kita selalu diingatkan untuk berjalan pada rel yang benar, sesuai rambu-rambu,”ujar Heri.