ADVERTISEMENT

Terkait Temuan BPK, Mulyanto Minta KPK Agar Turun Periksa Freeport

Rabu, 20 Desember 2023 11:15 WIB

Share
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto. (Foto: dpr.go.id).
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto. (Foto: dpr.go.id).

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID –  Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto, minta KPK segera menindaklanjuti temuan BPK yang menyatakan terjadi kerugian negara sebesar Rp 7,7 triliun akibat kelalaian Pemerintah mengawasi dan memungut denda dari PT. Freeport Indonesia (PTFI) yang gagal memenuhi target pembangunan smelter.

Mulyanto menyebut KPK harus proaktif menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan minerba periode 2020-2022 tersebut karena menyangkut kerugian negara dengan jumlah besar. 

Ia curiga, di balik kelalaian mengawasi dan memungut denda PTDI, ada pihak tertentu yang coba mencari keuntungan. Karena menurutnya sangat tidak mungkin Pemerintah lalai menagih denda yang nilainya besar. Untuk urusan pajak yang tersembunyi saja Pemerintah dapat melacak. 

"Ini kan sejumlah uang yang tidak sedikit. Karena itu Pemerintah pasti sudah menyiapkan petugas untuk memantau dan menjalankan keputusan," kata Mulyanto di Jakarta, Rabu  (20/12/2023).

Karena itu menurut Mulyanto BPK perlu mendalami dengan melakukan pemeriksaan investigatif untuk mengetahui apakah kerugian negara tersebut wajar dan murni kelalain Pemerintah atau ada "main mata" antara pihak pengawas dengan PTFI yang terindikasi korupsi.

BPK tidak boleh berhenti pada titik ini, sekedar menyatakan bahwa adanya kerugian negara karena keterlambatan pembangunan smelter PTFI.

Namun menurut Mulyanto BPK harus lebih dalam lagi yakni melihat kepada penyebab terjadinya kerugian negara tersebut. Kalau ada indikasi korupsi, BPK agar tidak ragu-ragu bersama KPK untuk membongkar tuntas kasus ini sampai ke akar-akarnya.

Selama ini Pemerintah terlalu memanjakan PTFI dengan memberikan izin ekspor konsentrat tembaga dengan nilai tambah rendah. Padahal izin tersebut jelas-jelas menabrak UU Minerba. Bahkan izin tersebut diberikan bukan hanya sekali tetapi berkali-kali.

"Ini kan sepertinya pemerintah disuruh melanggar UU Minerba berkali-kali oleh PTFI.  Sungguh menyedihkan. Naasnya denda keterlambatan pembangunan smelternya tidak ditagih," ujar Mulyanto.

Untuk diketahui, berdasarkan laporan BPK terkait dengan pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara periode tahun 2020 - triwulan III 2022, diketahui terjadi pelanggaran atas potensi pendapatan negara, salah satunya karena PTFI tidak melaporkan pembangunan smelter sampai jeda 13 bulan. (johara)

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT