“Mari kita kelola persaingan politik jelang pilpres secara lebih beradab, bukan
untuk biadab. Bersaing secara sehat dan beradab.Menang tanpa merendahkan
lawan untuk mencegah timbulnya kegaduhan, termasuk menang berdebat”.
Harmoko
Beragam komentar disampaikan berbagai pihak menanggapi jalannya debat perdana capres – cawapres, tentu dengan argumen dan sudut pandangnya.
Komentar tak hanya soal visi dan misi, komitmennya dalam memberantas korupsi, misalnya, yang menjadi satu tema dalam debat. Tak sedikit yang menilai dari penampilan ketiga capres dalam segmen berdebat.
Ketika masing – masing capres diberi kesempatan mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, menanggapi dan balik menyanggah pernyataan capres
yang lain.
Dalam sesi ini publik dapat menyaksikan bagaimana performa Anies Baswedan,
Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.Setidaknya publik dapat melihat sejauh
mana penguasaan materi, tingkat emosional dan kematangan jiwa serta upaya
pengendalian diri, karena reaksi dan jawaban disampaikan secara spontan, tanpa
setingan.
Ini menjadi penting karena sebagai calon pemimpin bangsa tidak saja dituntut
kemampuan penguasaan materi atas program dan gagasan untuk melakukan
perbaikan ke depan, juga kemampuan menguasai emosi.
Maknanya seorang pemimpin tidak hanya dituntut memiliki kapabilitas, akseptibilitas, juga etik dan moralitas. Ini yang hendaknya menjadi karakter bangsa sebagaimana telah dicetuskan para pendiri bangsa.
Budaya sopan santun dan ramah tamah yang telah menjadi jati diri bangsa Indonesia sejak dulu kala, wajib kita rawat dan pelihara dengan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari – hari.
Mulai dari ruang yang bersifat privacy, lebih – lebih di ruang publik seperti di media sosial, ruang dialog baik di televisi,media online dan media massa lainnya yang tentu akan terbuka menjadi konsumsi publik. Lebih – lebih di agenda debat capres – cawapres yang disiarkan secara langsung, disaksikan oleh rakyat Indonesia.
Itulah sebabnya membangun keadaban di ruang publik, sebut saja keadaban publik menjadi keniscayaan. Saling hujat, menghasut, caci memaki dan mencerca yang bersifat pribadi, apalagi hampa substansi, tak perlu lagi terjadi di ruang publik.
Selain tidak sesuai dengan etika dan adab budaya bangsa, juga sebuah
pengingkaran terhadap falsafah bangsa kita, Pancasila sebagai pedoman hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.