Oleh Mahasiswi Universitas Brawijaya Jurusan Psikologi Angeline Lee
Apakah kamu pernah merasa begitu tertekan, sedih, atau marah, sehingga kamu ingin melampiaskan perasaan itu dengan cara yang menyakitkan? Apakah kamu pernah sengaja melukai diri sendiri dengan benda tajam, membakar kulitmu, atau melakukan hal-hal berbahaya lainnya? Jika ya, maka kamu mungkin termasuk dalam orang-orang yang melakukan self harming.
Self harming atau perilaku menyakiti diri sendiri adalah tindakan sengaja yang dilakukan seseorang untuk melukai tubuhnya sendiri tanpa niat bunuh diri. Perilaku ini biasanya dilakukan sebagai bentuk pelarian dari masalah atau stres yang dihadapi, atau sebagai cara untuk mengungkapkan perasaan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Self harming juga bisa menjadi cara untuk menghukum diri sendiri karena merasa bersalah, tidak berharga, atau tidak dicintai. Beberapa contoh perilaku self harming adalah memotong, membakar, menggaruk, meninju, atau menelan benda tajam.
Perilaku self harming adalah sebuah kecanduan yang berbahaya karena dapat menyebabkan luka fisik yang parah, infeksi, bekas luka, atau bahkan kematian. Selain itu, perilaku ini juga dapat menimbulkan masalah psikologis seperti depresi, kecemasan, gangguan stres pasca trauma, atau gangguan kepribadian.
Perilaku self harming juga tidak efektif sebagai cara untuk mengatasi masalah karena hanya memberikan rasa lega sementara dan tidak menyelesaikan akar masalahnya.
Menurut data dari World Health Organization (WHO), sekitar 10 persen sampai 15 persen remaja di seluruh dunia pernah melakukan self harming setidaknya sekali dalam hidup mereka. Di Indonesia, prevalensi self harming pada remaja berkisar antara 5 persen sampai 10 persen. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku self harming antara lain adalah lingkungan keluarga, teman, sekolah, media, atau budaya.
PEMBAHASAN
Jenis-Jenis Perilaku Self Harming yang Sering Dilakukan oleh Remaja Perilaku self harming yang sering dilakukan oleh remaja dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu self harming yang bersifat superfisial atau minor, dan self harming yang bersifat moderat atau mayor.
Self harming yang bersifat superfisial atau minor adalah perilaku self harming yang tidak menimbulkan luka yang dalam atau berdarah, seperti menggaruk, mencubit, mencakar, atau meninju diri sendiri. Self harming yang bersifat moderat atau mayor adalah perilaku self harming yang menimbulkan luka yang dalam atau berdarah, seperti memotong, membakar, menusuk, atau menelan benda tajam.
Menurut studi yang dilakukan oleh Sinha et al. (2021) di India, perilaku self harming yang paling umum dilakukan oleh remaja adalah memotong, yang dilakukan oleh sekitar 70 persen remaja yang melakukan self harming. Selain itu, sekitar 15% remaja melibatkan diri dalam perilaku membakar sebagai bentuk self-harming. Perilaku self harming yang jarang dilakukan oleh remaja adalah menelan benda tajam, yang dilakukan oleh sekitar 5% remaja yang melakukan self harming.
Faktor-Faktor yang Dapat Menyebabkan Remaja Melakukan Self Harming
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan remaja melakukan self harming dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi genetik, biokimia, kepribadian, atau pengalaman masa lalu. Faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga, teman, sekolah, media, atau budaya.
Beberapa faktor internal yang dapat menyebabkan remaja melakukan self harming antara lain adalah:
● Mengalami pelecehan, kekerasan, atau trauma fisik, seksual, atau emosional di masa lalu, yang dapat menyebabkan remaja merasa tidak aman, tidak berharga, atau tidak berdaya.
● Memiliki gangguan mental seperti depresi, kecemasan, bipolar, skizofrenia, atau OCD, yang dapat menyebabkan remaja merasa sedih, cemas, marah, atau tidak stabil secara emosional.
● Memiliki riwayat keluarga atau teman yang melakukan self harming atau bunuh diri,
yang dapat menyebabkan remaja meniru perilaku tersebut atau merasa tidak memiliki
harapan.
● Memiliki kepribadian yang impulsif, agresif, perfeksionis, atau rendah diri, yang dapat menyebabkan remaja mudah tersinggung, frustrasi, atau tidak puas dengan diri sendiri.
Beberapa faktor eksternal yang dapat menyebabkan remaja melakukan self harming antara lain adalah:
● Mengalami masalah dalam hubungan dengan keluarga, teman, atau pasangan, yang dapat menyebabkan remaja merasa tidak dicintai, tidak dihargai, atau dikhianati .
● Mengalami tekanan akademik, sosial, atau finansial, yang dapat menyebabkan remaja merasa stres, cemas, atau tidak mampu menghadapi tantangan.
● Terpapar oleh media sosial, internet, atau televisi, yang dapat menyebabkan remaja
mendapatkan informasi yang salah, meniru perilaku negatif, atau merasa tidak sesuai
dengan standar kecantikan atau kesuksesan.
● Terpengaruh oleh budaya, agama, atau kelompok tertentu, yang dapat menyebabkan remaja merasa harus mengikuti norma, aturan, atau harapan yang tidak sesuai dengan dirinya.
Dampak Negatif Self Harming
Self harming bukanlah perilaku yang sehat atau normal. Self harming dapat menimbulkan dampak negatif yang berbahaya bagi kesehatan fisik dan mental seseorang. Beberapa dampak negatif yang dapat terjadi akibat self harming antara lain adalah:
● Luka atau bekas luka yang permanen, yang dapat menyebabkan infeksi, perdarahan, atau kerusakan jaringan.
● Gangguan psikologis, seperti depresi, kecemasan, gangguan stres pasca trauma, atau gangguan kepribadian.
● Kecanduan, yaitu ketika seseorang merasa tidak dapat berhenti melakukan self harming,
atau merasa perlu melakukannya dengan frekuensi atau intensitas yang lebih tinggi.
● Risiko bunuh diri, yaitu ketika seseorang merasa putus asa, tidak berdaya, atau tidak memiliki harapan, dan berpikir bahwa self harming adalah satu-satunya jalan keluar.
Cara Mengatasi Self Harming
Self harming bukanlah solusi yang efektif untuk mengatasi masalah atau stres yang dihadapi.
Self harming hanya memberikan rasa lega atau nyaman yang sementara, tetapi tidak
menyelesaikan akar masalah yang sebenarnya. Self harming juga dapat menimbulkan masalah baru, seperti isolasi sosial, penurunan harga diri, atau konflik dengan orang lain.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mencari cara yang lebih sehat dan positif untuk menghadapi masalah atau stres yang dihadapi, tanpa harus melukai diri sendiri. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain adalah:
● Mencari bantuan profesional dari dokter, psikolog, psikiater, atau konselor, yang dapat membantu seseorang untuk mengenali dan mengatasi penyebab self harming, serta memberikan terapi yang sesuai.
● Mencari dukungan sosial, seperti keluarga, teman, atau komunitas, yang dapat
memberikan perhatian, pengertian, atau bantuan yang dibutuhkan.
● Mengembangkan keterampilan koping yang adaptif, yaitu cara-cara yang dapat
membantu seseorang untuk mengelola emosi, pikiran, atau perilaku yang negatif, tanpa harus melukai diri sendiri. Beberapa contoh keterampilan koping yang adaptif adalah bernapas dalam-dalam, bermeditasi, berolahraga, menulis jurnal, menggambar, mendengarkan musik, atau melakukan hobi.
● Meningkatkan harga diri, yaitu cara-cara yang dapat membantu seseorang untuk merasa lebih percaya diri, berharga, atau dicintai, tanpa harus menghukum diri sendiri. Beberapa contoh cara untuk meningkatkan harga diri adalah mengucapkan afirmasi positif, menghargai diri sendiri, menerima pujian, menghindari perbandingan, atau bergabung dengan kelompok yang mendukung.
● Membuat rencana keselamatan yang berisi daftar hal-hal yang dapat dilakukan ketika ingin melakukan self harming, seperti menghubungi orang yang dipercaya, mengalihkan perhatian, atau menggunakan alat pengganti.
KESIMPULAN
Self harming adalah perilaku yang berbahaya dan tidak efektif untuk mengatasi masalah atau stres yang dihadapi. Self harming dapat menimbulkan dampak negatif yang dapat merusak kesehatan fisik dan mental seseorang. Self harming juga dapat membuat seseorang menjadi kecanduan dan berisiko bunuh diri. Oleh karena itu, kita perlu mencari cara yang lebih sehat dan positif untuk menghadapi masalah atau stres yang dihadapi, tanpa harus melukai diri sendiri.
Kita perlu mencari bantuan profesional, dukungan sosial, keterampilan koping yang adaptif, dan harga diri yang tinggi, agar kita dapat hidup lebih bahagia dan sehat. ***