"Semoga film ini bisa menjadi penyemangat bagi desa-desa lainnya," papar Regina.
Regina menyampaikan pengalamannya dalam menggarap film dokumenter ini diakui sangat menyenangkan dan banyak prosesnya.
Ada talent profesionalnya dan ada karakter aslinya.
"Awalnya kita riset dulu secara online, setelah menemukan desa yang berprestasi barulah kita datangi, kemudian kita mencari tokoh desa yang sering disebut namanya, seperti Ado. Setelah menemukan itu kita cari, ternyata Ado sangat besar jasanya memberi kontribusi kepada desanya," bebernya.
Dari proses riset, lanjut Regina, pihaknya mencoba membuat ulang supaya penonton juga tergambarkan, di antaranya bagaimana moment pertemuan Adi dengan Jeni Black Mamba. Setelah itu kita buat skrip, dan kita minta bantuan mereka untuk kembali mengingat berbagai peristiwa yang pernah mereka lakukan dan rasakan.
Semua kisah nyata mereka.
"Sebenarnya skrip hanya pancingan saja, mereka memakai bahasa mereka sendiri," tegasnya.
Untuk di Tidore lebih seru lagi, kata Regina, karena memiliki cara penunturan yang beda, seperti di antaranya, bagaimana bilang tidak dengan trapapa.
"Bilang iya dengan 'saya' sehingga saya sempat bingung mana yang menjadi kepala desanya," ungkapnya.
Sebagai anak muda, Regina mengaku belajar lagi.
"Ketika saya harus ke desa dan bertemu dengan orang-orang yang ternyata sangat menginspirasi saya," tambah Regina.
Adapun Ado, tokoh utama dalam film ini, menyampaikan, ia secara pribadi senang banget bisa ada dalam film dokomenter ini.