JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Hari Pahlawan Nasional jatuh pada 10 November setiap tahunnya untuk mengingat akan jasa para pahlawan kemerdekaan yang telah rela berkorban untuk bangsa Indonesia.
Tak jarang para penyair ternama menciptakan karya berupa puisi untuk dipersembahkan kepada para pahlawan yang telah berjuang bahkan kehilangan nyawanya dalam membela Tanah Air.
Setiap kata dalam baitnya mampu menanam rasa semangat para pahlawan bangsa pada saat itu dalam merebut kemerdekaan. Bahkan, puisi-puisi tersebut dikenang hingga kini untuk membangkitkan gairah anak bangsa.
Berikut kumpulan puisi tentang pahlawan karya penyair ternama.
Diponegoro (Chairil Anwar)
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali Pedang di kanan, keris di kiri Berselempang semangat yang tak bisa mati
Maju
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
Maju
Bagimu negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai J
ika hidup harus merasai
Maju.
Serbu.
Serang.
Terjang.
Doa Seorang Serdadu Sebelum Perang (W.S. Rendra)
Tuhanku, WajahMu membayang di kota terbakar dan firmanMu terguris di atas ribuan kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti sempurnalah sudah warna dosa dan mesiu kembali lagi bicara Waktu itu, Tuhanku, perkenankan aku membunuh perkenankan aku menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku adalah satu warna
Dosa dan nafasku adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan kecuali menyadari -biarpun bersama penyesalan-
Apa yang bisa diucapkan oleh bibirku yang terjajah?
Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
Maju Tak Gentar (Mustafa Bisri)
Maju tak gentar
Membela yang mungkar.
Maju tak gentar Hak orang diserang.
Maju tak gentar Pasti kita menang!
Sebuah Jaket Berlumur Darah (Taufik Ismail)
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikrar setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang
Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan!
Surabaya (Mustofa Bisri)
Jangan anggap mereka kalap
Jika mereka terjang senjata sekutu lengkap
Jangan dikira mereka nekat
Karena mereka cuma berbekal semangat
Melawan seteru yang hebat
Jangan sepelekan senjata di tangan mereka
Atau lengan yang mirip kerangka
Tengoklah baja di dada mereka
Jangan remehkan sesobek kain di kepala
Tengoklah merah putih yang berkibar
Di hati mereka
Dan dengar pekik mereka
Allahu Akbar!
Dengarlah pekik mereka
Allahu Akbar!
Gaungnya menggelegar
Mengoyak langit
Surabaya yang murka
Allahu Akbar
Menggetarkan setiap yang mendengar
Semua pun jadi kecil
Semua pun tinggal seupil
Semua menggigil
Surabaya,
O, kota keberania
O, kota kebanggaan
Mana sorak-sorai takbirmu
Yang membakar nyali kezaliman?
Mana pekik merdekamu
Yang menggeletarkan ketidakadilan?
Mana arek-arekmu yang siap
Menjadi tumbal kemerdekaan
Dan harga diri
Menjaga ibu pertiwi
Dan anak-anak negeri
Ataukah kini semuanya ikut terbuai
Lagu-lagu satu nada
Demi menjaga
Keselamatan dan kepuasan
Diri sendiri
Allahu Akbar!
Dulu Arek-arek Surabaya
Tak ingin menyetrika Amerika
Melinggis Inggris
Menggada Belanda
Murka pada Gurka
Mereka hanya tak suka
Kezaliman yang angkuh mereja-lela
Mengotori persada.
Mereka harus melawan
Meski nyawa yang menjadi taruhan
Karena mereka memang pahlawan
Surabaya
Di manakah kau sembunyikan
Pahlawanku?