JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Dewan Pengawas KPK telah selesai memeriksa Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.
Dalam pengkuanya, Alexander menyebut tak mengetahui dugaan pemerasan yang dilakukan salah satu petinggi komisi antirasuah tersebut.
Dia mengaku ditanya soal foto pertemuan antara ketua KPK Firli Bahuri dan eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo yang beredar luas sekaligus pemerasan terkait penanganan kasus korupsi di Kementan.
"Pada umumnya terkait dengan dugaan pemerasan juga klarifikasi terkait dengan foto. Itu saja yang ditanyakan," kata Alexander dalam keterangannya, Senin, (30/10/2023).
Meski begitu, Alexander mengatakan dirinya tak bisa menjawab perihal dugaan pemerasan yang ditanya Dewan Pengawas KPK.
"Saya kan enggak tahu peristiwanya seperti apa," tegasnya.
Sementara terkait foto, dia menjelaskan dugaan korupsi di Kementan baru dilaporkan pada Februari 2020.
Kemudian, dilakukan pengumpulan informasi pada Januari 2021 yang surat tugasnya diperpanjang hingga April 2021.
Dari proses inilah kemudian dilakukan telaah hingga akhirnya ditindaklanjuti menjadi penyelidikan.
Namun, Alexander menyebut tidak ada disposisi dari pimpinan terkait kasus tersebut.
"Karena enggak pernah ada laporan dari kedeputian penindakan ke pimpinan bagaimana penanganan perkara atau bagaimana disposisi pimpinan itu ditindaklanjuti. Jadi enggak pernah ada informasi," tegasnya.
"Jadi dari penyelidikan itu menyampaikan ke pimpinan kalau sudah ada dua alat bukti baru lapor pimpinan untuk ekspose. Kalau belum ditemukan dua alat bukti, kalau tidak kita minta supaya disampaikan perkembangannya," sambung Alexander.
Diberitakan sebelumnya, dugaan pertemuan antara Firli-Syahrul muncul di tengah pengusutan dugaan korupsi di Kementerian Pertanian setelah ada foto yang tersebar.
Laporan ke Dewan Pengawas KPK disampaikan oleh Komite Mahasiswa Peduli Hukum.
Dalam kasus korupsi yang ditangani KPK, Syahrul diduga memeras pegawainya dengan mewajibkan membayar uang setoran setiap bulan dengan bantuan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat Pertanian Kementan Muhammad Hatta.
Nominal yang dipatok Syahrul dan harus disetorkan pegawai eselon I-II berkisar 4.000-10.000 dolar Amerika Serikat.
Uang yang dikumpulkan diyakini bukan hanya berasal realisasi anggaran Kementan digelembungkan atau mark-up melainkan dari vendor yang mengerjakan proyek. Pemberian uang dilakukan secara tunai, transfer maupun barang.
KPK kemudian menduga uang yang diterima Syahrul digunakan untuk berbagai kepentingan pribadinya.
Mulai dari umrah bersama pegawai Kementan lainnya, membeli mobil, memperbaiki rumah hingga mengalir ke Partai NasDem dengan nilai hingga miliaran rupiah. (Wanto)