Politik rakyat, kembali ke desa

Kamis 12 Okt 2023, 07:34 WIB

Jangan lantas pula, setelah menjadi pemimpin lupa siapa dirinya, atas janji manisnya yang pernah ditebarkan sebelumnya.

Memang, politik tak selamanya sewangi parfum yang menyebarkan keharuman ke seluruh penjuru arah, menyegarkan penciuman.Kadang, menyesakkan dada, dan membuat perih di hati, jika strategi politik yang digulirkan hanya terhenti untuk meraih kekuasaan, tanpa proses lebih lanjut bagaimana kekuasaan yang diperolehnya itu dikembalikan kepada rakyat, dipergunakan untuk kemaslahatan umat, memuliakan rakyat.

Itulah yang disebut politik rakyat. Kekuasaan yang diraihnya berasal dari amanah rakyat, oleh rakyat dan digunakan sebaik – baiknya untuk kepentingan rakyat.

Siapa pun dia, pejabat di level mana pun yang tidak memuliakan rakyat, tak ubahnya mencederai sendi- sendi demokrasi, mengebiri tujuan politik yang begitu mulai bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kita hendaknya tidak memalingkan perhatiannya kepada masyarakat, utamanya masyarakat pedesaan yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia, tetapi acap terabaikan.

Di tahun politik digerakkan untuk berpartisipasi aktif dalam pemilu, memberikan hak suaranya (mencoblos) baik pilpres maupun pileg. Sering disambangi, diberi bantuan, tetapi selesai pemilu, acap dilupakan.

Usai pencoblosan, yang petani penggarap, kembali menggarap ke sawah, yang nelayan kembali mencari ikan, yang peternak kembali mencari rumput, yang buruh kembali menjadi buruh. Yang miskin, boleh jadi tetap miskin.

Sementara kita tahu, sumber pangan manusia semuanya ada di desa. Kearifan lokal ada di sana, jati diri bangsa ada di sana, keungulan bangsa ada di sana, tetapi kemiskinan juga ada di sana.

Karenanya, politik rakyat perlu ditindaklanjuti melalui kebijakan nyata kembali ke desa.Menciptakan produk lokal menjadi keunggulan di dunia guna menyejahteraan rakyatnya. 

Bicara pengentasan kemiskinan harus dimulai dari sana, dari sumbernya bukan di ujungnya, daerah perkotaan yang terkena dampak akibat tingginya arus urbanisasi.

Di sisi lain, desa tidak hanya sebagai sumber kehidupan, juga penyangga peradaban bangsa, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Sikap guyub dan rukun sudah menjadi karakteristik khas bagi masyarakat desa. Suasana kekeluargaan dan persaudaraan telah “mendarah-daging” dalam hati sanubari warga desa.

News Update