ADVERTISEMENT

Pangan Lumbung Korupsi

Kamis, 5 Oktober 2023 05:46 WIB

Share
Ilustrasi Logo KPK. (ist)
Ilustrasi Logo KPK. (ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kasus korupsi masih menjadi santapan empuk pejabat negara untuk memperkaya diri dan orang-orang di sekitarnya. Dari sekian banyak kasus korupsi yang membelenggu negeri ini, bidang pangan menjadi daerah yang paling rawan untuk di korupsi.

Tahun 2022 saja, tercatat lebih dari 497 kasus korupsi di bidang pangan yang ditangani pihak berwajib, mulai dari kelas teri hingga kelas kakap. Itu baru yang ketahuan, yang masih aman kemungkinan banyak.

Terkini, kasus dugaan korupsi di tubuh Kementerian Pertanian (Kementan). Sang Menteri Syahrul Yasin Limpo (SYL) kini sedang di obok-obok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ada tiga klaster kasus dugaan rasuah menjeratnya, yakni pemerasan dalam jabatan, dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Dari penggeledahan rumah dinas SYL ditemukan 12 pucuk senjata api dan uang tunai puluhan miliar. Bahkan saat KPK menggeledah gedung A, ruang sekjen dan SYL di Kementan, dokumen yang dicari KPK disobek alias dihancurkan untuk menghilangkan jejak. Kini SYL ditunggu sepulang dari Eropa untuk menjelaskan kasusnya ke penyidik KPK.

Lalu mengapa masih banyak pejabat yang korupsi? Faktornya banyak, di antaranya karena masih ada celah yang memungkinkan untuk melakukan hal tersebut, termasuk juga di dalamnya mengenai sistem administrasi pemerintahan yang tidak transparan, politik yang berbiaya tinggi, dan dana imbalan pada rekrutmen aparatur sipil negara (ASN).

Jabatan di Kementan sendiri merupakan sektor yang empuk. Di mana stok kebutuhan pokoknya melimpah untuk memenuhi kebutuhan seluruh rakyat. Hal ini tentu menggiurkan bagi para pejabat yang mendapat amanah untuk mengurusnya.

Kemudian secara tidak langsung demokrasi juga berperan korup. Pesta demokrasi yang digelar juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Mereka yang ikut dalam agenda itu akan mengeluarkan dana cukup besar. Jadi, untuk mengembalikan dana itu, korupsi adalah salah satu jalan mendapatkan uang dengan cara instan.

Kondisi ini diperparah dengan hukuman yang diberikan tidak membuat para pelaku korupsi jera alias kapok. Hukuman yang diberikan seakan hanya sebagai formalitas.

Contohnya, dari beberapa kasus korupsi besar, para pelakunya banyak yang mendapat masa pengurangan tahanan alias remisi. Lebih parah lagi, beberapa koruptor kelas kakap masih dalam buronan.

Penegakan hukum ini menandakan kurangnya ketegasan aturan dalam sistem demokrasi. Apalagi sistem saat ini berlandaskan akal manusia. Ketika berganti pucuk pimpinan, berganti pula aturannya. Semua disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan karena tidak memiliki standar hukum yang jelas.

Halaman

ADVERTISEMENT

Editor: Rendra Saputra
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT