ADVERTISEMENT

Senin Diputuskan, AASB Berharap Hakim MK Tidak Menjilat Ludahnya Soal UU Omnibus Law Ciptaker 

Minggu, 1 Oktober 2023 06:45 WIB

Share
Kalangan buruh dari AASB menanti putusan MA soal Omnibus Law.(Ist)
Kalangan buruh dari AASB menanti putusan MA soal Omnibus Law.(Ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Sejumlah serikat buruh dan pekerja yang tergabung dalam Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) berharap 9 hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan mengambil keputusan mengenai gugatan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker), Senin (2/10), konsisten pada keputusannya.

Ketua Umum GSBI Rudi HB Daman yang membacakan pernyataan sikap mengatakan bahwa pernah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 43/PUU-XVIII/2020, halaman 385, paragraf kedua, menyatakan:

“[…] frasa “persidangan yang berikut” harus diartikan sebagai persidangan pengambilan keputusan oleh DPRseketika setelah Perpu ditetapkan oleh Presiden dan diajukan kepada DPR. Artinya, meskipun Perpu ditetapkan dan diajukan oleh Presiden pada saat masa sidang DPR sedang berjalan (bukan masa reses), maka DPR haruslah memberikan penilaian terhadap RUU Penetapan Perpu tersebut pada sidang pengambilan keputusan di masa sidang DPR yang sedang berjalan tersebut. […]

Hal demikian penting mengingat esensi diterbitkannya Perpu adalah karena adanya keadaan kegentingan yang memaksa sebagai syarat absolute."

Sementara diketahui DPR mengesahkan PERPPU Cipta Kerja pada masa sidang kedua setelah terbitnya PERPPU. Sehingga jika MK tidak menjilat ludahnya sendiri maka UU Cipta Kerja harus dinyatakan Cacat Formil.

"Karena itu kalau dulu MK menolak UU Cipta Kerja karena dinilai inkonstitusional bersyarat, sekarang mudah-mudahan MK nyatakan inkonstitusional permanen," kata Rudi dalam konperensi pers di Patung Kuda, Medan Merdeka Barat, Jakarta, Sabtu (30/9) siang.

Sementara itu Ketua Umum FSP LEM yang juga Sekjend KSPSI Arif Minardi mengaku khawatir bahwa keputusan MK 2 tahun lalu yang diambil oleh hakim Wahidudin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, dan Aswanto akan berubah setelah hakim Aswanto diberhentikan dari jabatannya oleh DPR RI.

Seharusnya melaksanakan Putusan MK untuk memperbaiki UU tersebut, Pemerintah justru mengabaikan putusan MK dan menolak dialog dengan pihak-pihak terkait, khususnya buruh. Yang dilakukan pemerintah malah menerbitkan Perppu yang disahkan menjadi UU oleh DPR RI.

"Jadi pemerintah tidak melaksanakan putusan MK," tegas Joko Heryono, Ketua Umum SPN yang hadir dalam konperensi pers itu.

Perwakilan sejumlah aliansi serikat buruh dan pekerja dalam kesempatan itu berharap 9 hakim MK bisa memutuskan gugatan terhadap UU Cipta Kerja secara adil dan mengedepankan kepentingan masa depan bangsa.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT