Di lokasi yang sama, seorang petani bernama Acep (40) mengaku selama kemarau ini, ia sama sekali tak memiliki aktivitas yang produktif.
"Kalau lagi kering gini nggak ngapa-ngapain, nggak ke sawah sama sekali. Nggak jualan, nggak ngapa-ngapain. Nunggu hujan saja," paparnya.
Ia pun menunjukan salah satu padi yang telah berusia 3 bulan dan diagendakan akan panen pada bulan Oktober. Namun sayang, padi-padi yang telah berusia ini tak dapat dipanen karena mengalami fuso.
"Ini kekeringan terparah. Kalau nggak salah sekitar 10 tahun sekali," singkatnya.
Masih dengan petani Desa Pabuaran, Sodik (62) seorang petani yang sudah menggeluti bidang pertanian ini sejak 2004 lalu pesimis dengan padi-padi yang telah berumur 3 bulan bisa dipanen di Oktober mendatang.
"Ini kan sudah tumbuh padinya. Harusnya bisa dipanen bulan depan. Kalau gini nggak bisa panen, sudah mati," ucap pria ini.
Selama musim kemarau ini, Sodik melakukan aktivitas di persawahan hanya sekedar melakukan pengecekan di pematang sawah.
Ia pun mengaku bingung dalam menyambut musim tanam mendatang, hal ini lantaran minimnya modal yang ia miliki.
"Bingung modal menanamnya lagi. Buat traktor sama buat ambil benih atau bibit padinya. Biasanya buat 2 Hektare itu 6 karung (1 karung 5 kilogram, jadinya 30 kilogram). Cuma sekarang kan gagal (panen)," singkatnya.
*Upaya Pemerintah Dalam Penanganan Gagal Panen di Bogor*
Sepanjang periode tanam Juli-Oktober 2023 ini, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (Distanhorbun) Kabupaten Bogor mencatat, sedikitnya ada sekitar 600 hektare sawah di wilayah administrasinya yang terdampak kekeringan.
Kabid Perlindungan dan Pelayanan Usaha Distanhorbun Kabupaten Bogor, Judi Rahmat menyebut, 600 hektare sawah yang terdampak kekeringan ini tersebar di 24 Kecamatan.