ADVERTISEMENT

Bahaya Eksploitasi Politik Identitas, MUI Bogor Edukasi Masyarakat 

Jumat, 22 September 2023 09:42 WIB

Share
Ketua Bidang Pendidikan dan Kaderisasi MUI Kabupaten Bogor, Aep Saepudin Muhtar dalam pembinaan bahanya politik identitas.(ist)
Ketua Bidang Pendidikan dan Kaderisasi MUI Kabupaten Bogor, Aep Saepudin Muhtar dalam pembinaan bahanya politik identitas.(ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

BOGOR, POSKOTA.CO.ID – Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor mengedukasi masyarakatnya tentang bahayanya Politik Identitas.

Ketua Bidang Pendidikan dan Kaderisasi MUI Kabupaten Bogor, Aep Saepudin Muhtar mengatakan, bahayanya Politik identitas bisa mudah masuk dan memprovokasi perpecahan pada lapisan masyarakat. 

Oleh karena itu, kata pria yang akrab disapa Gus ini, melalui kegiatan pembinaan, MUI Kabupten Bogor meminta para ulama dan tokoh masyarakat (tomas) untuk tidak terprovokasi oleh Politik identitas pada penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

"Adanya eksploitasi politik identitas bisa membuat polarisasi di tengah-tengah masyarakat," kata Gus Udin di kegiatan Pembinaan MUI Kecamatan Bojonggede, Jum'at (22/9/2023).

Gus Udin pun meminta, para ulama di Kabupaten Bogor rutin dan masif untuk memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya dari eksploitasi politik identitas melalui ceramah-ceramah ataupun kajian di majelis. 

Karena, lanjut Gus Udin, polarisasi akibat dari eksploitasi politik identitas akan berdampak pada disintegrasi atau memecah belah keutuhan bangsa.

"Hal ini terlihat pada kedua kontestan pada Pilpres 2019 lalu, keduanya menggunakan politik identitas sebagai bagian gerakan populisme Islam untuk menarik simpati dan meningkatkan elektabilitas," kata peraih gelar doktor bidang ilmu politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Gus Udin menyebutkan, gerakan populisme Islam ini acap kali digunakan dalam kontestasi politik baik ditingkat nasional maupun lokal. Hal ini terus bertumbuh dan berkembang menjadi gerakan asimetris lintas kelas dan mengatasnamakan umat Islam.

Namun, menurut Dosen Universitas Djuanda (Unida) Bogor itu, anggapan gerakan populisme Islam sebagai ancaman semata atau bersifat destruktif terhadap demokrasi Indonesia merupakan pandangan yang kurang tepat. 

Populisme Islam, kata dia, harus pula dipandang sebagai gerakan konstruktif karena hal tersebut sebagai bentuk tuntutan masyarakat terhadap keadilan dan kesejahteraan penduduk mayoritas.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT