JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menawarkan lima proposal kenegaraan yang telah dipublikasikan saat Sidang Bersama MPR, DPR dan DPD RI pada (16/8/2023) lalu.
Salah satu poin utama dalam proposal tersebut, yakni mengembalikan MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara yang berwenang dalam pemilihin presiden.
Kelima proposal tersebut pun lantas mendapat apresiasi positif dari para akademisi. Salah satunya datang dari Dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia, Dr Mulyadi.
Mulyadi menilai, dari hasil kajian yang dilakukan, satu-satunya negara yang memiliki lembaga penjelmaan rakyat adalah Indonesia.
"Negara lain tak ada yang memiliki institusi penjelmaan rakyat. Indonesia ini satu-satunya melalui MPR itu. Nanti untuk Pilpres bisa dipindahkan ke MPR. Biarkan Pemilu Legislatif yang terus berlangsung," jelas Mulyadi dalam acara Diskusi Publik Membedah Lima Proposal Kenegaraan DPD RI di Ruang Mandala Saba Gedung Rektorat Universitas Pasundan, Bandung, Jawa Barat, Jumat (25/8/2023).
Di sisi lain, Pengamat Eknomi-Politik, Dr Ichsanuddin Noorsy pun turut sepakat dengan gagasan proposal kenegaraan tersebut.
Menurut Ichsan, lima proposal yang ditawarkan DPD RI merupakan upaya untuk memperbaiki bangsa. Selain itu, Ketua DPD RI menggagas hak tersebut berdasarkan alam pikiran para pendiri bangsa.
"Ketua DPD RI berpikir berdasarkan alam pikiran para pendiri bangsa. Dalam sidang BPUPKI, sejumlah tokoh sudah menegaskan bahwa kita tak bisa berpikir ala Barat dan Timur. Kita harus berpikir ala kita," ujar Ichsanuddin dalam kesempatan yang sama.
Oleh karenanya, Ichsanuddin sependapat bahwa MPR mesti dikembalikan sebagai Lembaga Tertinggi Negara. Pun halnya dengan anggota DPR RI dari unsur perseorangan, Ichsanuddin melihat hal tersebut mungkin dilakukan selama ada kesungguhan untuk mengimplementasikannya.
Berikut isi dari lima proposal kenegaraan yang dipublikasikan DPD RI
1. Mengembalikan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang berkecukupan
menampung semua elemen bangsa dan menjadi penjelmaan rakyat sebagai pemilik serta pelaksana kedaulatan.
2. Membuka peluang adanya anggota DPR RI yang berasal
dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan, selain dari anggota partai politik, sebagai bagian dari upaya untuk memastikan proses pembentukan Undang-Undang yang dilakukan DPR bersama Presiden tidak didominasi oleh keterwakilan kelompok partai politik saja. Tetapi juga secara utuh dibahas oleh keterwakilan
masyarakat non partai.
3. Memastikan Utusan Daerah dan Utusan Golongan diisi melalui mekanisme pengisian dari bawah. Bukan penunjukan oleh Presiden seperti yang terjadi pada era Orde Baru. Dengan komposisi Utusan Daerah yang mengacu kepada kesejarahan wilayah yang berbasis kepada negara-negara lama dan bangsa-bangsa lama yang ada di Nusantara, yaitu para Raja dan Sultan Nusantara, serta suku dan penduduk asli Nusantara.
Sedangkan Utusan Golongan diisi oleh Organisasi Sosial
Masyarakat dan Organisasi Profesi yang memiliki kesejarahan dan bobot kontribusi bagi pemajuan Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan Keamanan dan Agama bagi Indonesia.
4. Memberikan kewenangan kepada Utusan Daerah dan
Utusan Golongan untuk memberikan pendapat terhadap materi Rancangan Undang-Undang yang dibentuk oleh DPR bersama Presiden sebagai bagian dari keterlibatan publik yang utuh.
5. menempatkan secara tepat, tugas, peran dan fungsi Lembaga Negara yang sudah dibentuk di era Reformasi, sebagai bagian dari kebutuhan sistem dan struktur ketatanegaraan.