Menyongsong pilpres dan pileg, tak sedikit politisi, kader parpol, kandidat yang sudah menebar baliho di ruang publik guna meraih simpati.
Tak hanya terpasang foto gagah atau cantik, juga ditambah tagline dengan kata-kata manis akan memajukan bangsa atau memperjuangkan rakyat menuju sejahtera.
Itu sudah tergolong janji tertulis kepada rakyat.
Lebih-lebih jika janji terucap di hadapan rakyat dalam sebuah forum tertentu yang dikemas sebagai bagian dari tahapan kampanye.
Memang ada embel-embel, jika terpilih, jika diberi amanah oleh rakyat, namun tak jarang setelah terpilih lalai dengan apa yang telah diucapkannya.
Sebelum terpilih sering ngopi bareng warga, setelah mendapat mandat, malah jauh dengan rakyat.
Memang janji hanya memiliki kekuatan moral, tetapi buka lantas boleh dianggap enteng, senteng ketika mengucapkannya, namun berat ketika harus memenuhinya.
Justru sebagai politisi-calon pemimpin negeri, kandidat calon pejabat dan wakil rakyat hendaknya menjunjung tinggi nilai-nilai moral, bukan malah meremehkannya.
Bagaimana bangsa kita akan hebat dan bermartabat, jika pemimpinnya mengabaikan moralitas, nilai-nilai luhur falsafah bangsa, Pancasila.
Patut diingat bahwa mereka menjadi pejabat, wakil rakyat karena dipilih rakyat.
Sementara kita tahu, rakyat memilih karena janji-janji manis selama kandidat menggelar silaturahmi dan sosialisasi.
Maknanya mereka terpilih menjadi pejabat karena dipercaya rakyat.