ADVERTISEMENT

Sekali Lagi, Miskinkan Koruptor!

Jumat, 28 Juli 2023 06:01 WIB

Share
Ilustrasi Tikus Berdasi Koruptor. (Poskota/Arief Setiadi)
Ilustrasi Tikus Berdasi Koruptor. (Poskota/Arief Setiadi)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

POPULASI koruptor di negeri ini kembali bertambah setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap praktik korup pengadaan barang dan jasa di BASARNAS senilai Rp88 miliar lebih.

Yang mencengangkan dari lima tersangka yang ditetapkan KPK satu di antaranya adalah Kepala Basarnas , seorang jenderal bintang 3 dari TNI Angkatan Udara, Marsdya Henri Alfiandi.  Bersama anak buahnya di Basarnas , Henri diduga menrima suap dari proyek itu sebesar Rp 999 juta.

Mirip narkoba, kejahatan korupsi di negeri ini seakan tak ada akhirnya. Proses hukum yang 'jinak' mungkin yang membuat para calon koruptor tak gentar mengikuti jejak pendahulunya.

Rasa pesimis muncul ke depan populasi koruptor akan bertambah seiring dengan lemahnya hukuman buat mereka, padahal kasus korupsi masuk kategori kejahatan luar biasa yang dapat 'membunuh' rakyat lantaran negara dibuat bangkrut oleh mereka.

Vonis mati pun bisa jadi tidak akan membuat mereka takut untuk tidak korupsi asal anak istri bahagia bisa sekolah ke luar negeri dan jalan jalan ke eropa.

Menjadi miskin yang dapat membuat mereka takut mungkin. Sejauh ini, di negara kita pelaku korupsi hanya diganjar dengan hukuman penjara dengan lama yang bervariasi, tergantung besarnya kerugian negara yang diperbuat. Banyak pihak yang tidak puas atas vonis yang dijatuhkan pengadilan kepada koruptor. Oknum yang terbukti mengembat uang rakyat puluhan miliar rupiah misalnya, bisa dihukum hanya beberapa tahun.

Dengan adanya remisi dan sebagainya seorang koruptor kakap bisa mendekam di tahanan hanya dalam waktu yang tidak terlalu lama. Dia bebas dengan sumringah dijemput sanak keluarga, melakukan acara syukuran, menikmati hidup. Ini sungguh tidak adil dan melukai hati masyarakat. Sehingga beredar wacana supaya koruptor dihukum mati saja.

Sementara, pelaksanaan hukuman mati saat ini masih kontroversi. Banyak negara yang sudah menghapus hukuman mati dengan berbagai alasan. Ada yang melihat dari sudut agama, bahwa hanya Tuhanlah yang punya hak mencabut kehidupan seseorang. Terlepas dari alasan tersebut, koruptor memang tidak harus dihukum mati.

Koruptor “hanya” mengakibatkan negara kehilangan uang. Maka hal yang paling urgen sebenarnya adalah bagaimana supaya uang ini bisa kembali, tanpa harus mengambil nyawa si koruptor. Salah satu caranya tentu saja menyita seluruh miliknya, sehingga uang yang dikorupsi kembali utuh. Sekalipun demikian, si koruptor tetap harus dihukum karena tindakannya tersebut.

Maka dari itu, tindakan memiskinkan koruptor adalah langkah yang sangat tepat. Jika seorang telah dipastikan pengadilan melakukan korupsi, maka seluruh asetnya harus disita dan dikembalikan kepada negara sesuai nilai yang dikorupnya.

Untuk apa seseorang dihukum mati atau dipenjara, sementara uang negara yang dicuri tetap bisa dipakai berpoya-poya oleh keluarganya. Jadi, hukuman memiskinkan koruptor adalah langkah ideal. (*)

ADVERTISEMENT

Editor: Novriadji Wibowo
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT