Kopi Pagi Harmoko.

Kopi Pagi

Kopi Pagi: 'Urip, Nguripi..'

Senin 24 Jul 2023, 06:50 WIB

“Marilah menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain, bukan memanfaatkan orang lain.Bukan menjadi benalu, bersembunyi di tengah rindangnya pepohonan, seolah ikut mengayomi, padahal meretas dari dalam.”
-Harmoko-
 
Ada kata mutiara yang berbunyi, “ Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil,tetapi berusahalah menjadi manusia yang berguna."

Pesan ini mengingatkan kepada kita bahwa berhasil saja tidaklah cukup, jika keberhasilan yang dicapainya tidak berguna bagi orang lain, apalagi kalau sampai tidak berguna bagi dirinya sendiri. Idealnya selain berhasil juga berguna.
Maknanya, hidup (urip) menjadi berharga,jika mampu memberikan kehidupannya (nguripi) kepada orang lain sebagaimana filosofi Jawa, “Urip iku urup” – Hidup itu menyala.

Artinya memberi cahaya atau menerangi alam sekitarnya. Cahaya yang terpancar mampu memberi manfaat, bukan hanya kepada dirinya sendiri, juga kepada lingkungan sekitarnya. Bagaikan api yang mampu menerangi kegelapan alam sekelilingnya.

Makin besar cahaya dipancarkan, tentu akan semakin luas menerangi.
Begitu pun hidup kita. Kian besar memberi manfaat, tentu akan semakin baik. Agama apa pun mengajarkan agar menjadi manusia yang berguna. Islam menekankan bahwa manusia terbaik adalah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia lain.

Sekadar mengingat, “Urip iku urup” adalah satu dari sepuluh pitutur luhur yang mulai dikenal bangsa kita, khususnya di Jawa sejak abad ke- 14 Masehi itu, dicetuskan oleh Raden Said yang berjuluk ”Sunan Kalijaga”

Pitutur itu hingga kini dinilai masih tetap aktual. Selaras dijadikan rujukan sebagai falsafah hidup dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di era kapan pun. Lebih – lebih di era sekarang ini, di mana problema kehidupan semakin kompleks. 
Tak hanya soal ekonomi, juga kehidupan sosial politik menyongsong gelaran pemilu serentak 14 Februari 2024.

Pemodal, pengusaha masih “wait and see” dengan situasi politik yang kian memanas, tetapi belum jelas kemana arah koalisi. Partai mana dengan siapa masih belum final. Begitu pula pasangan capres – cawapres.

Yang terjadi kemudian adalah menunggu dan menunggu, sementara roda perekonomian harus terus bergerak maju dengan dukungan investasi.

Di sinilah perlunya kepastian.Dengan adanya kepastian, akan dikalkulasi, manfaat apa yang didapatkan untuk masa depan. Bukan saja bagi bisnisnya, tetapi kontribusi yang dapat diberikan untuk memajukan lingkungan demi kelangsungan usahanya, di antaranya melalui program CSR (corporate social responsibility).

Ini bentuk tanggung jawab sosial sebuah institusi di sektor bisnis dengan memberikan manfaat kepada lingkungan. Tanggung jawab sosial ini hendaknya menjadi pijakan institusi di sektor manapun, termasuk institusi politik seperti parpol dan para kadernya.

Tahun politik sekarang hendaknya menjadi momen untuk meningkatkan tanggung jawab sosialnya dengan memberi banyak manfaat kepada lingkungan, rakyat banyak, bukan sekelompok masyarakat pendukungnya.

Bukankah meraih sebanyak mungkin simpati akan lebih baik, ketimbang sedikit simpati.

Cukup banyak ragam manfaat yang dapat diberikan oleh para kader parpol, elite politik kepada masyarakat, sepanjang ada niat dan kemauan. 

Membantu penyelesaian masalah yang sedang dihadapi masyarakat, merupakan bentuk manfaat. Mencarikan jalan keluar bagi warga yang sedang kesusahan dan tertekan sudah merupakan perbuatan yang bermanfaat, apalagi membantu langsung mengangkat beban yang menindih rakyat.

Utamakan memberi manfaat kepada orang – orang yang berada di sekelilingnya, ketimbang pencitraan ke sana – kemari, sementara tetangga dekat tengah menderita.

Di era sekarang, menjadi manusia bermanfaat, jika tidak ikut menyebarkan berita hoax, mengumbar kebencian kepada lawan politik, menahan diri tidak menyebar informasi yang masih diragukan kebenarannya.

Tentu, kita tidak ingin menebar keraguan yang dapat menurunkan kepercayaan.
Orang bermanfaat, jika perilakunya menimbulkan banyak manfaat, bukan menciptakan keraguan, apalagi kezaliman?

Ciptakanlah ketenangan, bukan menimbulkan kekacauan yang berujung kepada retaknya hubungan sosial.

Marilah kita menjadi “manusia yang bermanfaat bagi orang lain, bukan memanfaatkan orang lain,” seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Bukan menjadi benalu, bersembunyi di tengah rindangnya pepohonan, seolah ikut mengayomi, padahal meretas dari dalam.

Jika merasa belum mampu memberi manfaat kepada orang lain, setidaknya bermanfaat untuk dirinya sendiri agar tidak menyusahkan orang lain. (Azisoko).

Tags:
Kopi Pagiharmoko

Administrator

Reporter

Administrator

Editor