"Potensi usaha rakyat yang tersebar dari Sabang sampai Merauke perlu digali dan dikembangkan,serta mendapat perlindungan agar tidak "mati suri" akibat ketidakberdayaan permodalan, produksi dan pemasaran."
-Harmoko-
Daulat rakyat tidak saja dalam bidang politik, tetapi pada sektor kehidupan lainnya, termasuk ekonomi, yang kemudian kita kenal istilah “demokrasi ekonomi”.
Juga daulat dalam bidang budaya, yang berkepribadian dan berjati diri budaya bangsa Indonesia, bukan budaya asing.
Daulat rakyat pada tiga sektor kehidupan tadi menjadi cita-cita bangsa, sejak negeri kita merdeka, bahkan jauh sebelum NKRI berdiri tegak.
Mengapa? Jawabnya karena sejak awal, para pejuang kemerdekaan dan pendiri negeri dan rakyat Indonesia berkeinginan membangun bangsa yang bermartabat.
Sementara kita tahu, martabat baru lengkap jika sudah dicapai tiga hal, yakni berdaulat di bidang politik, budaya dan kemandirian ekonomi.
Ini sejalan dengan konsep Trisakti yang dicetuskan Bung Karno pada tahun 1963.
Konsep dimaksud adalah berdaulat di bidang politik, berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) di bidang ekonomi dan berkepribadian di bidang kebudayaan.
Bahkan, jauh sebelum merdeka, dalam catatannya 'Daulat Rakyat' tahun 1931, Bung Hatta menulis "..Rakyat itu jantung hati bangsa. Dan, rakyat itulah yang menjadi ukuran tinggi rendahnya derajat kita. Dengan rakyat itu kita akan aik, dan dengan rakyat itu kita akan turun."
Ini dapat dimaknai bahwa rakyat adalah pemegang kedaulatan, sering dikatakan kekuasaan berada di tangan rakyat, bukan yang lain. Bukan pejabat, bukan birokrat, bukan pula konglomerat.