Kopi Pagi

Kopi Pagi Harmoko: Menjiwai Pancasila

Senin 05 Jun 2023, 09:04 WIB

“Kita mewarisi Pancasila dengan nilai-nilainya sebagai ideologi yang hidup, bukanlah semata- mata slogan melainkan petunjuk lengkap bagaimana kehidupan sehari- hari harus kita lakukan di negeri ini.”
-Harmoko-

 
Memperingati Hari Lahir Pancasila tak sebatas merayakan momentum sakral hadirnya ideologi negara kita. Tidak hanya menggelar acara seremonial setiap tanggal 1 Juni. Tak cukup pidato berapi – api penuh histori kelahiran ideologi. Yang lebih penting adalah pengamalan nilai –luhur Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Bukankah penetapan Hari Lahir Pancasila sebagai hari libur nasional, tak sekadar upaya pemahaman mengenai asal – usul lahirnya Pancasila sebagai dasar negara. Tetapi bagaimana Pancasila tetap terjaga kelestariannya – kelanggengannya dari waktu ke waktu, dari generasi ke generasi.

Tentu, tak sebatas di atas kertas, melainkan penuh dengan realitas melalui pengamalan sehari – hari dalam segala sektor kehidupan.

Pancasila harus senantiasa diaktualkan bukan lewat hafalan anak sekolah dan bagian dari seremonial belaka.

Jika lewat hafalan, lulus sekolah , boleh jadi sudah tidak hafal lagi karena tak ada kewajiban untuk menghafalnya setiap hari. Hingga saat menjadi pejabat, tidak sempurna membaca teks Pancasila karena lupa hafalan.

Lupa hafalan teks adalah manusiawi, tetapi tidak mengamalkan nilai – nilai Pancasila, jangan lantas beralasan lupa agar disebut manusiawi.

Pengamalan Pancasila adalah harga mati. Tak ubahnya kesetiaan kepada NKRI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan hal mutlak. Tak bisa ditawar – tawar dan dikompromikan lagi.

Yang hendak saya sampaikan kesetiaan kepada Pancasila bukan sebatas pengakuan bahwa Pancasila adalah ideologi negara. Hasil kesepakatan dari para pendiri Republik Indonesia dalam berbangsa dan bernegara.

Sebagai landasan, dasar, bahkan “ruh” bangsa Indonesia semenjak bangsa ini merdeka, menjadi kewajiban kita bersama untuk mengaktualisasikannya melalui aksi nyata dalam kehidupan sehari – hari.

Setidaknya terdapat 36 butir nilai – nilai luhur Pancasila sebagai rujukan. Tak perlu hafalan, tetapi pengamalan.

Di era kekinian, jelang gelaran Pemilu 2024, ada sejumlah nilai yang sekiranya perlu disegarkan kembali pengamalannya.

Di tengah kian beragamnya beda aspirasi, pilihan dan dukungan terhadap bakal capres – cawapres, yang dilatari karena beda parpol, beda relawan dan beda komunitas, semakin dibutuhkan tali perekat untuk mencegah pembelahan dan perpecahan.

Beda pendapat dan pilihan adalah keniscayaan, tetapi “menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan”, hendaknya menjadi pilihan utama, sebagaimana rujukan butir 1, sila ketiga Pancasila, yakni Persatuan Indonesia.

Itulah makna rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara dalam menyikapi dinamika politik yang terjadi saat ini.

Di sinilah perlunya mengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong royong.

Para elite politik dan petinggi parpol semakin dituntut keteladanan dalam ucapan dan perbuatan. Berucap yang menyejukkan, bukan memanaskan. Bertindak bijak, bukan memaksakan kehendak politiknya, egonya, ambisinya dengan kekuatan, kekuasaan dan kemampuannya. Menjauhi sifat “Adigang , adigung, adiguno.”

Menjauhkan perbuatan semena – mena kepada orang lain dengan memupuk sikap tenggang rasa, menghargai dan menghormati orang lain. Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban sesama manusia.

Itulah perlunya, dalam kontestasi, mengedepankan “politik merangkul, bukan memukul.” Memperlakukan lawan politik bukan sebagai musuh yang harus dihabisi, tetapi kawan dalam berdemokrasi.

Meski lawan politik menggunakan segala tipu daya untuk menjatuhkannya, tetaplah bersikap “lembah manah, andap asor” -  senantiasa rendah hati.

Mengingat, suro diro jayaningrat, lebur dening pangastuti – segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya akan bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar, sebagaimana diajarkan Kanjeng Sunan Kalijaga. Pitutur  luhur yang tercermin pula dalam nilai – nilai Pancasila.

Itulah sejumlah karakter yang perlu tertanam dalam jiwa kita semua, utamanya para elite politik negeri ini yang tengah merumuskan tatanan negara untuk lima tahun ke depan.

Menjadi tantangan aktual bagi kita semua untuk menghidupkan Pancasila dalam jiwa setiap kita, agar tidak hanya menjadi teks mati di atas kertas atau lembaran menempel di dinding, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Kita mewarisi Pancasila dengan nilai-nilainya sebagai ideologi yang hidup, bukanlah semata- mata slogan melainkan petunjuk lengkap bagaimana kehidupan sehari- hari harus kita lakukan di negeri ini.

Mari kita aktualisasikan dengan sepenuh hati, bukan setengah hati. (Azisoko).
 

Tags:
Menjiwai PancasilaKopi PagiAzisoko Harmoko

Administrator

Reporter

Administrator

Editor