JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Kasus narkoba yang mendera Irjen Teddy Minahasa disebut banyak kejanggalan, mulai dari rekayasa Jaksa Penuntut Umum (JPU) hingga tidak adanya pembuktian ilmiah hakim soal asal usul sabu sampai vonis dijatuhkan.
Penasehat hukum Teddy Minahasa, Anthony Djono mengungkapkan bahwa hingga vonis dijatuhkan tidak pernah terbukti di persidangan soal penukaran sabu dengan tawas. Padahal hal tersebut seharusnya dilakukan dan sangat mungkin dilakukan dengan pembuktian ilmiah.
"Kalau katanya ada penukaran tawas, faktanya kan sudah ada berita acara pemusnahan yang dikatakan bahwa semuanya sabu-sabu. Kalau dikatakan katanya ada unsur tawas yang ditukar didalamnya, harusnya kan itu dikubur di depan polres bekas tanah tadi, digali saja tanahnya, dicek apakah ada unsur tawas disana. kita sudah tanya ke ahli kimia, klo sudah berbulan-bulan, bertahun-tahun katakan, ada tawas dikubur di dalam tanah, kemudian ada curah hujan yg tinggi di Bukittinggi misalnya, masih kita ambil tanahnya untuk dicek apakah masih bisa dibuktikan? masih bisa kata ahli. itu ga pernah dilakukan," kata Anthony Djono dikutip Minggu (14/5/2023).
Djono memaparkan, bahwa dari awal persidangan hingga vonis dijatuhkan tidak pernah terbukti bahwa sabu yang disita di Jakarta sama dan berasal dari Bukittinggi. Pembuktian itu seharusnya dilakukan dengan melakukan uji lab perbandingan atau pembuktian ilmiah.
"Tidak pernah ada hasil uji lab perbandingan. Kalau katanya sabu yang ada di Jakarta adalah hasil penukaran sabu di Bukittinggi, mana uji lab perbandingan? Uji lab itu menurut kami mutlak, scientific evidence. Itu sama sekali gak dilakukan," beber Djono.
"Ada yang bilang, itu kan sudah dimusnahkan semua, bagaimana uji lab? Itu gak dimusnahkan semua, kan ada yg dikasih ke Kejaksaan Negeri Agam dan Bukittinggi untuk barang bukti di pengadilan. Itu kan sampelnya masih ada. itu tinggal ambil sedikit, dicocokkan. Itu sangat mungkin dilakukan tapi tidak dilakukan, apalagi lab forensik bareskrim punya kemampuan, padahal sudah banyak kita protes," sambungnya.
Menurut Djono, hakim seharusnya jeli mencermati asal usul sabu yang menjadi biang masalah kasus ini. Fakta persidangan mengungkapkan ternyata Dody prawiranegara sempat melaporkan jumlah sabu hasil tangkapan ke Teddy Minahasa, namun kemudian sabu tersebut dilaporkan Dody mengalami penyusutan hingga 5 kg. Artinya dalam kasus ini bisa jadi dari awal Dody sendiri yang telah melakukan penyisihan tanpa sepengetahuan Teddy Minahasa.
"Ada fakta persidangan, ini kita ambil dari bekas perkara jaksa. Dody prawiranegara sendiri ketika melaporkan ke pak Teddy Minahasa itu total narkobanya 44,5 kg. Kemudian beberapa hari kemudian dilaporkan lagi menurun jadi 39,5 kg, berarti ada 5 kg penyusutan. Alasan Dody adalah karena kemasan dan segala macam. Setelah kasus ini kita berpikir lagi, itu narkobanya kan satu paket satu kilo, kalau 44,5 kilo anggapan kita 45 lembar plastik, apakah masuk di akal 44 lembar plastik beratnya 5 kilo? ga masuk di akal. Berarti ada yang sudah disisihkan sejak awal," ucapnya.
Ini menjadi penting untuk dicermati, karena sabu yang menjadi barang bukti perkara ini disita di Jakarta, ternyata berasal dari Dody prawiranegara diserahkannya kepada Linda Pudjiastuti lewat Syamsul Ma'arif.
"Kalau ternyata itu adalah barang yang sudah beredar di jakarta sekarang, apa ga terlalu kejam menghukum Teddy Minahasa dengan barang yg bukannya miliknya sendiri," ungkapnya.
Fakta hukum yang membuktikan bahwa barang bukti sabu tersebut bukan milik Teddy Minahasa bisa dilihat dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penangkapan. Menyatakan bahwa saat penangkapan tidak ada barang bukti sabu yang disita dari Teddy Minahasa.