JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Belum lama ini beredar di media sosial pernyataan AKBP Dody Prawiranegara yang mengklaim bahwa transaksi narkoba yang dilakukannya atas perintah Teddy Minahasa. Dirinya menyebut sebagai bawahan terpaksa melakukan hal tersebut.
Pernyataan tersebut juga disampaikan AKBP Dody dalam dakwaan yang dibacakan saat proses persidangan berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
"(Saya) anak buah yang memiliki pimpinan, yang melaksanakan perintah pimpinan. Saya sudah menolak dua kali, baik itu secara WhatsApp maupun secara langsung kepada saudara Teddy Minahasa. Namun karena desakan dari saudara Teddy Minahasa akhirnya saya melaksanakan apa yang menjadi keinginan daripada Teddy Minahasa tersebut," klaim Dody dalam sebuah video TikTok Adriel Viari Purba beberapa hari lalu.
Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel menilai klaim AKBP Dody Prawiranegara tersebut tidak bisa dibenarkan dan harus dianalisa dengan cermat.
Menurutnya, seperti yang telah disampaikannya sebagai saksi ahli di persidangan bahwa bukti percakapan WhatsApp yang mendasari tuduhan tersebut tidak bisa dipercayai begitu saja karena perlu dilihat secara utuh konteks dan pemaknaannya.
"Teddy Minahasa (TM) tidak memberikan perintah kepada Dody Prawiranegara (DP) untuk menukar sabu dengan tawas. Atau, dalam kalimat saya di hadapan Majelis Hakim, isi WA TM kepada (DP) tidak bisa dimaknai secara absolut sebagai perintah salah atau perintah jahat. TM tidak bisa disimpulkan sebagai orang atau pimpinan yang memiliki niat jahat (criminal intent) memperalat bawahannya," ungkap Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel dalam keterangan tertulisnya dikutip Selasa, 2 Mei 2023.
Menurut Reza, hal tersebut bisa juga dilihat dari surat tuntutan resmi Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Irjen Teddy Minahasa yang mencoret bagian tertentu.
"Tuntutan JPU itu mendekonstruksi pandangan DP dan lawyer-nya yang kadung mencap TM sebagai titik awal kasus ini. JPU akhirnya bisa memahami bahwa klaim DP tentang “perintah jahat dari atasan yang sangat berkuasa dan tidak sanggup dia elakkan” adalah dramatisasi belaka. Itulah klaim DP semata-mata untuk mengalihkan tanggung jawab pidana dari dirinya," beber Reza.
Hal senada juga diungkapkan oleh Praktisi Hukum Erwin Kallo yang mengatakan bahwa sejauh ini tuduhan terhadap Irjen Teddy Minahasa lemah pembuktiannya di persidangan.
Menurutnya tuduhan terhadap Irjen Teddy Minahasa secara hukum tidak bisa bersandar hanya pada pengakuan AKBP Dody Prawiranegara dan Linda Pujiastuti saja. Menurutnya itu bukan bukti yang kuat.
"Kalo kita mencermati persidangan dari awal sampai hari terakhir kemarin, itu tidak ada fakta-fakta hukum yang diajukan oleh jaksa untuk mendukung tuduhannya. Jadi gini, bukti yang diajukan oleh JPU itu ada 2, satu adalah pengakuan dari Dody dan Linda. Pengakuan itu bukan bukti yang kuat, pengakuan itu Hanya petunjuk. Dan pengakuan itu harus dibuktikan dengan bukti lain," katanya.
Menurutnya bukti percakapan WhatsApp yang disajikan di persidangan juga tidak cukup kuat untuk membuktikan tuduhan terhadap Teddy Minahasa. Menurutnya bukti percakapan yang dihadirkan JPU di persidangan tidak sah secara hukum karena bukan hasil digital forensik.
"Yang kedua adalah WA, itu sangat mudah direkayasa, apalagi WAnya itu dari screenshot, bukan dari digital Forensik. Secara hukum itu tidak sah. Dan WA itu Hanya petunjuk, mesti ada bukti lain. Jadi tidak mungkin bukti petunjuk mendukung bukti petunjuk, itu tidak bisa," bebernya.
Sebelumnya diberitakan, Terdakwa kasus peredaran narkotika jenis sabu, Irjen Teddy Minahasa menolak replik atau tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) atas nota pembelaannya dalam kasus yang menjeratnya.
Penolakan itu disampaikan saat membacakan duplik di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Jumat (28/4/2023).
"Saya awali pembacaan duplik ini dengan pernyataan sikap saya atas tuntutan jaksa penuntut umum. Secara umum saya menyatakan menolak dan keberatan atas dakwaan tuntutan serta replik yang disampaikan jaksa penuntut umum," kata Teddy di PN Jakarta Barat, Jumat.
Jenderal bintang 2 itu menuturkan, keseluruhan alat bukti sebagaimana diatur dalam pasal 184 KUHAP, tidak ada satu pun yang mampu membuktikan bahwa dirinya terlibat dalam kasus peredaran narkotika sabu.
"Justru dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum yang sangat rapuh tampaknya berbobot tetapi sesungguhnya isinya kopong," tegasnya.
Mantan Kapolda Sumatera Barat itu menilai JPU hanya menyandarkan keterangan terdakwa Dody Prawiranegara dan Linda Pudjiastuti. Padahal, kata dia, mereka juga sama-sama berstatus terdakwa dalam kasus ini.
Selain itu, Teddy juga menyinggung masalah alat bukti percakapan handphone yang tidak sah menurut para ahli.
"Alat bukti percakapan handphone yang tidak sah menurut ahli digital forensik Polda Metro Jaya Rujit Kuswinoto dan ahli penasihat Hukum Ruby alamsyah," pungkasnya. (Pandi)