ADVERTISEMENT

Perang Sarung Bungkus Celurit Makin Menakutkan, Ini Kata Sosiolog

Minggu, 26 Maret 2023 16:15 WIB

Share
Ketiga remaja yang hendak perang sarung saat diamankan di Polsek Banjar Pandeglang. (Foto: Ist).
Ketiga remaja yang hendak perang sarung saat diamankan di Polsek Banjar Pandeglang. (Foto: Ist).

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Fenomena perang sarung saat bulan puasa sudah menjadi tradisi di masyarakat. 

Perang sarung biasanya dilakukan oleh sekelompok anak baru gede (ABG). Tak jarang orang dewasa pun turun tangan.

Sekarang ini fenomena perang sarung lebih menakutkan ketimbang beberapa tahun belakangan. 

Pasalnya mereka yang terlibat perang sarung nekat membawa senjata tajam seperti celurit.

Hari keempat puasa, perang sarung khususnya di wilayah DKI Jakarta marak terjadi. 

Biasanya perang sarung terjadi di perkampungan padat penduduk ataupun di jalan yang memang mereka bisa leluasa beraksi.

Sosiolog Musni Umar mengatakan, persoalan tersebut berkaitan dengan faktor pendidikan di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan juga lingkungan masyarakat.

"Lingkungan sosial kita juga tidak mendukung, bahkan membiarkan, akhirnya mereka bergaul semaunya. Kalo bergaul sama yang suka tawuran, ya mereka akan ikut-ikutan," ujarnya saat dihubungi, Minggu (26/3/2023).

Kemudian, Musni menuturkan, anak-anak cenderung melihat realitas sosial yang ada di lingkungan tempat mereka tumbuh. 

Terlebih saat ini banyak fenomena anak yang memamerkan kekayaan mereka.

Hal tersebut membuat anak-anak yang tinggal di perkampungan padat penduduk serta pendidikan yang rendah merasa termarjinalkan. 

Sehingga mereka melampiaskan dengan hal-hal yang tida seharusnya mereka lakukan.

"Tapi sekali lagi banyak faktor dari luar yang membuat anak-anak seperti itu. Pendidikan di keluarga harus kembali dihidupkan. Pendidikan di sekolah juga harus kembali digaungkan dengan fokus membangun karakter moral," paparnya.

Ia menambahkan, untuk mengatasi persoalan tersebut juga diperlukan peran serta lingkungan seperti ketua RT atau RW maupun tokoh masyarakat setempat.

Perangkat lingkungan juga diharapkan dapat berperan aktif menjaga anak-anak agar tidak terpengaruh kegiatan negatif. 

Salah satu caranya yakni dengan membuat kegiatan-kegiatan yang positif.

Sebelumnya diberitakan, perang sarung sepertinya sudah menjadi tradisi masyarakat saat bulan puasa. 

Baru-baru ini perang sarung menyebabkan seorang pria tewas bersimbah darah usai bentrok.

MJ (29) warga Jatipulo, Palmerah, Jakarta Barat menjadi korban. Ia tewas disabet senjata tajam (sajam).

Peristiwa bentrokan antarkelompok itu terjadi pada Kamis (23/3/2023) dini hari, tepatnya di kawasan Pasar Gili Jatipulo, Kota Bambu Selatan, Palmerah, Jakarta Barat saat masyarakat akan menyantap menu sahur untuk puasa pertama.

Warga di lokasi, Kiki mengatakan bentrokan bermula ketika dua kelompok yang menamai genk mereka dengan nama geng Kamus dan geng Lelang perang sarung.

"Awalnya biasa perang sarung aja. Ya biasa kan ya itu udah tradisi anak-anak kalo bulan puasa perang sarung gitu," ujarnya kepada wartawan di lokasi, Kamis.

Namun kejadian tak terduga malah menimpa korban yang berasal dari geng Kamus. 

Saat kejadian ia yang sedang memantau adiknya perang sarung itu malah disabet sajam oleh kelompok geng Lelang.

"Korban ikut-ikutan. Jadi awalnya adiknya perang sarung. Dia ikut-ikutan. Nah kalau kejadian persisnya pas korban diserang saya kurang tau, karena saya gak liat pas korban diserang," paparnya.

Menurut Kiki, pelaku penyerangan masih merupakan warga di sekitar lokasi. 

Geng Kamus dengan geng Lelang sendiri sebenarnya saling bertetangga, hanya terpisah jembatan atau tanggul.

Ia menjelaskan, kedua geng tersebut memang kerap bentrok untuk perang sarung saat puasa. 

Biasanya kedua geng tersebut bentrok menggunakan sarung saat menjelang sahur.

"Anak-anak sini perang sarung memang biasa, dan memang sudah jadi tradisi. Tapi gak nyangka kejadian tadi subuh sampe memakan korban jiwa, karena ada yang bawa sajam," paparnya.

ADVERTISEMENT

Reporter: Pandi Ramedhan
Editor: Idham Kurniawan
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT