Sorot: Rafael Alun dan PM Muhyidin

Selasa 14 Mar 2023, 05:30 WIB
Dugaan Pencucian Uang Rafael Alun Buka Kotak Pandora Pejabat Pajak, Kriminolog: Yang Lain Juga Harus Diusut.

Dugaan Pencucian Uang Rafael Alun Buka Kotak Pandora Pejabat Pajak, Kriminolog: Yang Lain Juga Harus Diusut.

Oleh: Miftahur Rahman

KASUS  penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satrio (anak eks pajabat Pajak DJP Jakarta Selatan II), terhadap David Ozora (anak petinggi GP Ansor), ekornya kemana-mana.

Tak hanya menyeret orang tua Mario, Rafael Alun Triambodo, yang masuk ke pusaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan, mengalir jauh hingga ke induk Ditjen Pajak, yaitu Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Menko Polhukam, Mahfud MD, tiba-tiba berkoar-koar soal adanya transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun di Kemenkeu. Rp 300 triliun, tentu bukan jumlah sedikit. Kalau dibelikan es cendol, kata orang Betawi, itu bisa buat nenggelemin Jakarta. Saking buanyaknya.

Kasus Mario seakan jadi kunci pembuka kotak pandora. Sedangkan ayahnya, Rafael Alun, adalah pihak yang memegang kunci itu. Tak tanggung-tanggung, ratusan pegawai di Kemenkeu selama dua dekade ini, diduga melakukan transaksi mencurigakan beraroma pencucian uang. Totalnya mencapai Rp 300 triliun.

Mahfud Md menyebut, transaksi janggal itu diduga melibatkan 467 pegawai di Kemenkeu. Transaksi tersebut terjadi dalam rentang waktu 2009 hingga 2023. Jumlah yang fantastis bukan?

Dalam waktu yang hampir bersamaan, masyarakat di negeri jiran Malaysia, dihebohkan dengan penangkapan eks Perdana Menteri (PM) Muhyidin Yassin oleh Komisi Antikorupsi Malaysia (MACC). Muhyidin ditangkap atas dugaan korupsi ratusan miliar rupiah. Ia didakwa terkait penyalahgunaan kekuasaan dan pencucian uang.

Kasus serupa bisa saja menimpa pejabat di Indonesia. Setelah tidak berkuasa, pejabat itu akan dikuliti dosa-dosanya. Indikasi ke arah itu, kini sudah mulai mengemuka.

KPK misalnya, menemukan potensi korupsi pembangunan tol sebesar Rp 4,5 triliun. Hal itu bisa saja akan diungkap masyarakat mengingat besarnya anggaran untuk jalan tol.

Belum lagi penggunaan anggaran untuk kesehatan selama pandemi Covid-19. Anggarannya tak terhingga yang penggunaannya perlu diungkap melalui auditor independent.

 

Peluang untuk mengungkit kasus itu sangat terbuka lebar, mengingat kasus-kasus korupsi biasanya baru dibuka setelah suatu rezim lengser. Segala borok rezim dibuka dari segala arah.

Karena itu, kasus ditangkapnya eks PM Malaysia, Muhyidin, seharusnya menjadi warning atau pengingat bagi para pejabat Indonesia. Bahwa kekuasaan itu tak ada yang abadi. Setelah tak lagi menjabat, ada banyak pihak yang bersiap membongkar semua borok yang selama ini ditutup rapat-rapat.

Semoga hal itu tak menimpa Presiden Jokowi yang akan purna bakti pada 20 November 2024 mendatang. Kita do'akan, semoga Presiden Jokowi mengakhiri masa jabatannya dengan husnul khatimah. (*)

News Update