Politik ‘ojo dumeh’  

Senin 13 Mar 2023, 06:15 WIB

“Ojo dumeh adalah filter agar tidak berperilaku berlebihan. Mengajak bersikap santun, beretika dan beradab. Tidak menganggap orang lain lebih rendah, pihak atau kelompok lain lebih lemah, tidak memiliki dukungan dan kekuatan massa.”
-Harmoko-

 
Politik adu domba dalam kampanye pemilu tidak dibenarkan, tetapi kita acap menyaksikan. Begitupun saling memfitnah, saling menyakiti dan menjatuhkan demi meraih kemenangan yang seharusnya ditinggalkan, tetapi kadang terabaikan.

Diyakini, elite politik, kandidat yang berkompetisi bukannya tidak paham betul soal etika politik. Bukannya tidak tahu mana yang baik dan buruk, pantas dan tidak pantas. Tetapi , boleh jadi karena situasi yang membuatnya lepas kendali dalam bernarasi.

Yang sering  kita saksikan kemudian, saling olok, saling ejek, memaki dan menghakimi tetap mewarnai setiap gelaran pemilu.

Kita tidak perlu mencari tahu siapa yang memulai, karena kita pun tidak tahu pasti siapa yang akan mengakhiri, kecuali waktu yang akan berlalu, seiring berlalunya pemilu dengan memunculkan kekuasaan baru.

Tampilnya kekuasaan baru, bisa dengan wajah baru atau wajah lama, dengan power sharingnya, lazimnya akan mendamaikan  kelompok yang selama ini berseteru.

Menjadi pertanyaan, apakah saling fitnah, saling adu domba dan saling menjatuhkan akan terhenti dengan sendirinya, usai pemilu, setelah bagi – bagi kekuasaan? Jawabnya bisa demikian bagi para elite politik, tetapi tidak bagi akar rumput, simpatisan.

Bisa jadi, terdapat situasi yang kontradiktif. Di satu sisi, para elite yang sebelumnya saling olok, sudah berangkulan, di sisi lain tergambar bagi sebagian akar rumput masih tidak saling tegur sapa antar- tetangga.

Apapun alasannya, saling adu domba, saling fitnah dan menjatuhkan, dan saling sosok menyogok, adalah praktik politik yang tidak sehat.

Haruskah kita mewariskan politik kebencian kepada generasi penerus. Mengajarkan politik saling hasut dan hisap, dimana yang kuat memangsa yang lemah, setidaknya memaksa dan memperdaya yang lemah untuk melanggengkan kekuasaannya.

Janganlah karena merasa besar dan kuat lantas sombong dan semena – mena dalam memenangkan kompetisi. Lebih – lebih jika sampai menghalalkan segala cara untuk meraih kemenangan, yang jelas – jelas sangat bertentangan dengan alam demokrasi kita.

Tetaplah berpolitik dengan santun, beretika, beradab dan bermoral seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

News Update