JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pengamat hukum tata negara Refly Harun menduga ada dua kemungkinan mengapa muncul putusan agar Pemilu 2024 ditunda dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Jakpus) usai adanya gugatan dari Partai Prima.
Kata Refly, penyebab pertama berkaitan dengan kapasitas hakim yang dinilai tak cakap dalam mendudukkan perkara, sehingga kemudian mengeluarkan putusan tak logis yakni meminta KPU agar Pemilu 2024 ditunda.
"Ini putusan yang menurut saja dua hal, pertama bukan kompetennya, kedua kebablasan," kata Refly Harun di Apa Kabar Petang, dikutip saluran Youtube, Sabtu (4/3/2023).
"Tujuannya apa, sampai saya menganggap dua saja kemungkinannya. Pertama hakimnya bodoh banget karena tak berpikir soal kompetensi Pengadilan Negeri atau kedua ada intervensi dari pihak lain yang pengaruhi hakim," kata dia lagi.
Adapun kelompok lain yang diduga melakukan intervensi, kata Refly, sudah bisa ditebak. Yakni 'geng' yang belakangan selalu meminta agar Pemilu 2024 ditunda.
"Sebab kalau dalam kondisi normal enggak mungkin, apalagi tiga hakim itu semuanya senior, pangkatnya hampir mentok semua. Enggak mungkin mereka tidak mengerti. Kalau faktor kedua (intervensi), kaitkan saja dengan kelompok yang inginkan Pemilu 2024 ditunda," kata dia lagi.
Sejauh ini, Refly Harun menghormati langkah Partai Prima yang berusaha mencari keadilan ke mana pun. Walau di satu sisi, kata dia, Pengadilan Negeri tak punya kompetensi memutus perkara perdata tersebut.
Seharusnya, andaipun ada putusan, PN Jakpus hanya menyebut KPU dan Partai Prima saja, seperti melakukan verifikasi ulang, rehabilitasi nama, dan sebagainya. Tetapi bukan justru malah meminta agar semua partai diverifikasi ulang, termasuk parpol yang telah dinyatakan lolos, hingga akhirnya berujung pada Pemilu 2024 ditunda.
"Kalau kita bicara dalam kerangka pencari keadilan, sah-sah saja kalau mau mencari keadilan ke mana pun, termasuk ke pengadilan yang sebenarnya tidak punya kompetensi. Memang judul dari gugatan itu adalah perbuatan melawan hukum, perdata. Tetapi saya katakan, itu putusan gila, yang melampaui yang perdata itu sendiri."