Oleh : Joko Lestari, wartawan Poskota
Dinamika politik masih diwarnai dengan isu perubahan sistem pemilu legislatif (pileg) dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. Uji materi perubahan sistem pileg itupun sudah diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada bulan November 2022, oleh enam pemohon, satu pengurus DPP PDIP bersama lima koleganya.
Seperti diketahui, uji materi ini diajukan karena sistem proporsional terbuka dinilai lebih banyak jeleknya. Caleg partai bakal saling sikut demi mendapatkan suara terbanyak. Tak jarang kader berpengalaman kalah oleh kader dengan popularitas dan modal besar. Selain, membuka peluang terjadinya politik uang.
Di sisi lain, sejumlah pihak menilai sistem proporsional tertutup bukannya tanpa kekurangan. Keduanya ada plus minusnya. Bahkan, 8 parpol sejak awal sudah tegas menolak sistem proporsional tertutup seperti diusulkan PDIP. Kedelapan parpol tersebut, Golkar, Nasdem, Demokrat, PKS, PPP, PKB, PAN dan Gerindra.
Sistem pemilu adalah tatanan, di dalamnya ada rule of the game ( aturan main) sebagai bagian dari proses demokrasi.
Bicara demokrasi, di negara manapun, termasuk negeri kita, tidak lepas dari 3 aspek, yakni input, proses dan output. Input itu tak hanya menyangkut bagaimana kita memilih kandidat capres – cawapres, caleg, calon kepala daerah. Juga bagaimana kita menyikapi parpol yang akan menjadi pilihan, dukungan.
Proses menyangkut pelaksanaan, seperti penetapan parpol peserta pemilu, figur capres- cawapres, caleg. Jumlah pemilih. Proses termasuk di dalamnya hingga digelarnya pesta demokrasi (hari pencoblosan).
Legalitas pemilu akan terbangun, jika sejak awal prosesnya berjalan sesuai rule of the game. Tanpa kecurangan, tanpa keberpihakan, tanpa diskriminasi. Semuanya berlangsung secara berkeadilan dan berkedaulatan rakyat.
Sementara output adalah hasil dari proses tadi. Hasil bagus sesuai harapan rakyat, jika inputnya bagus, prosesnya juga bagus. Rekrutmen kader bagus, sosok calon pemimpin bangsa ke depan yang ditampilkan juga berkualitas. Pelaksanaan juga bagus, lancar, tanpa kecurangan. Dengan output yang bagus, diharapkan akan ada kepastian hukum, tercapainya kemajuan bangsa dan negara, terciptanya peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang berkeadilan sosial.
Kembali ke soal sistem proporsional terbuka atau tertutup itu adalah rule of the game rekrutmen kader parpol untuk menjadi wakil rakyat, duduk di lembaga legislatif.
Mana yang hendak dipilih? Bagaimana pula hasil keputusan MK, tentu ditunggu publik, tak terkecuali penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu dan parpol peserta pemilu.
Hendaknya keputusan tidak mengabaikan suara rakyat, karena rakyatlah yang akan menentukan postur wakil rakyat kita lima tahun ke depan. (*)