Stabilitas Politik di Tengah Intrik

Senin 20 Feb 2023, 11:46 WIB

Setiap orang pasti mengalami masa lalu yang buruk, yang menjadi soal apakah hal buruk yang sifatnya privacy itu akan mengganggu dan merugikan orang lain, menjadikan buruk kinerjanya, masa depannya?

Bukankah jika ingin melihat karakter capres atau pejabat publik yang lain, dengan menakar integritas kepribadiannya, moralitasnya, kejujurannya, hasil karya nyata yang telah dipersembahkan kepada bangsa dan negara. Bukan sebatas pencitraan belaka.

Bukankah budaya demokrasi kita mengajarkan politik santun dan beradab dengan menjunjung tinggi nilai – nilai luhur Pancasila seperti saling menghargai, saling menghormati. Tidak saling ejek, mencerca, menghina, merendahkan, meremehkan, dan menyakitkan, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Berkompetisi tanpa dengki. Menjatuhkan lawan bukan dengan pengkhianatan dan kebohongan. Bahkan, sebisa mungkin mengalahkan lawan dengan merangkulnya menjadi kawan, bukan menjatuhkan atau menghinakan.

Ada pitutur luhur, “ Memayu hayuning bawana, ambrasto dhur angkoro” – bahwa hidup ini hendaknya selalu berusaha memperindah dunia dengan cinta kasih kepada sesama, serta memberantas segala sifat tercela yang akan merusak dunia.

Menjadi kewajiban bagi kita semua, jika tidak mampu memberantas, setidaknya membuang sifat tercela, termasuk ketika berkompetisi dalam pemilu.

Dengan meniadakan sifat tercela seperti disebutkan tadi, akan mengokohkan bangunan stabilitas politik di negeri kita.

Dalam stabilitas politik yang mantap dan terkendali, selain memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, juga kian berpotensi merumuskan sistem ketatanegaraan yang kredibel, berkeadilan dan berkedaulatan rakyat.

Semakin mantapnya stabilitas politik, kian berkemampuan meningkatkan investasi dan pembangunan dalam segala sektor kehidupan sesuai kebutuhan rakyat.

Ini semua guna meningkatkan penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan, pengentasan kemiskinan, peningkatan tingkat pendidikan masyarakat sebagai upaya mengatasi kesenjangan yang hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah (PR), siapapun presidennya kelak.

PR itu mencerminkan masih adanya ketidakadilan sosial. PR itu pula  yang hendaknya menjadi fokus penyelesaian bagi para kandidat calon pemimpin bangsa ke depan. (Azisoko).

 
 
 
 

Berita Terkait

Obrolan warteg: Narko- politik

Senin 13 Mar 2023, 06:10 WIB
undefined

Partai Kader dan Kader Partai

Kamis 16 Mar 2023, 10:19 WIB
undefined

News Update