Oleh Sumiyati, wartawan Poskota
JELANG Pilpres 2024, situasi politik kian memanas, sejumlah elit partai pun mulai bergerilya bahkan terang-terangan melakukan lobi khusus ke partai lain menawarkan koalisi termasuk adu kualitas bakal Capres yang akan diusungnya.
Tak hanya itu janji manis bagi-bagi 'kue' menteri maupun pejabat BUMN pun dibahas habis yang merupakan janji manis yang kapanpun belum tentu terealisasi.
Apalagi kalau sudah diguncang isu reshuffle kabinet otomatis bakal kebakaran jenggot dan kasak kusuk kesana kemari cari aman terutama mengamankan kader-kadernya yang dianggap berkualitas dan mampu menjadi petugas partai atau mesin partai.
Beberapa waktu lalu, isu reshuffle kabinet ramai mencuat ke publik namun batal diumumkan Presiden Jokowi.
Surya Paloh, Ketum Partai Nasdem pun buru-buru melakukan pertemuan dengan Ketum Golkar, Airlanga Hartarto guna membicarakan situasi politik dalam negeri khususnya soal Capres dan Cawapres 2024.
Rupanya lobi politik Surya Paloh itu hingga kini belum ada tanggapan serius dari Partai Golkar maupun dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang di dalamnya ada partai PAN dan PPP.
Tak sampai disitu, klimaksnya, baru-baru ini Surya Paloh meminta izin kepada Ketum PDIP, Megawati Soekarno Putri untuk membicarakan hal-hal khusus yang publik mengiranya Surya Paloh sudah tak mampu lagi berkomunikasi politik dengan Presiden Joko Widodo.
Hingga kini, Megawati pun tak menanggapi, bahkan Hasto Kristiyanto selaku Sekjen PDIP pun tak memberikan keterangan atau pengumuman terkait bakal diadakan pertemuan atau tidaknya antara Surya Paloh dan Megawati Soekarnoputri.
Sebegitu kurang percaya dirinya Partai Nasdem dalam melaksanakan kontestasi politik menghadapi Pemilu 2024 padahal di dalamnya telah terjalin koalisinya yakni Nasdem yang mengusung Capres Anies Baswedan sudah didukung Partai PKS dan Demokrat.
Yang jika dilihat dari kacamata politik dan hukum, kedua partai itu cukup suara di parlementer atau DPR RI.
Jangan sampai Capres yang sudah didukung dan diuji coba elektabilitasnya melalui berbagai lembaga survei dan pemberitaan di semua media baik cetak maupun elektronik bakal menjadi bahan olok-olok atau istilahnya layu sebelum berkembang.
Lalu bagaimana dengan PDIP yang hingga kini masih belum mengumumkan Capresnya secara resmi, apakah masih menunggu Cawapresnya yang kurang pas, sehingga nama Capres yang sudah dikantongi itu jadi lamban diumumkan padahal publik sudah tak sabar ingin mendengar nama Capres PDIP sebagai Partai Pemenang Pemilu 2019 yang menguasai parliamentary threshold.
Bagaimana dengan Capres dari Partai Gerindra yang hingga kini juga belum dideklarasikan apakah masih bingung menentukan arah perpolitikannya karena 'tersandera' janji politik atau utang politik saat di Pilkada DKI Jakarta bersama Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
Gerindra yang biasa mesra dengan PKS pun ternyata harus rela kalau pihaknya sudah ditinggalkan oleh partai yang memiliki lambang bulan dan padi itu. Bahkan kedekatan Prabowo dengan Sandiaga Uno pun dikabarkan mulai merenggang.
Mari kita tunggu siapa yang bakal jadi Pemimpin terbaik 2024 di Indonesia yang mampu membawa Tanah Air maju dan masyarakatnya sejahterah. (*)