ADVERTISEMENT

Sorot: Rasa Keadilan versus Logika Hukum

Jumat, 27 Januari 2023 06:38 WIB

Share
Terdakwa Ferdy Sambo saat di PN Jakarta Selatan, sidang pembunuhan Brigadir J. (Foto: Ahmad Tri Hawaari/Poskota)
Terdakwa Ferdy Sambo saat di PN Jakarta Selatan, sidang pembunuhan Brigadir J. (Foto: Ahmad Tri Hawaari/Poskota)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Oleh : H. Tatang, Wartawan Poskota


PAKAR hukum Dr Yenti Garnasih SH MH di sebuah media menyampaikan kegusaranya tentang tuntutan jaksa kepada Putri Chandrawati. 

Yenti mencibir kejaksaan yang menuntut Putri 8 tahun padahal Putri sudah jelas terbukti ikut merencanakan pembunuhan terhadap Joshua. Sementara Eliezer sebagai justice collabolaser malah dituntut lebih berat yakni 12 tahun.

Apa pun alasan yang disampaikan kejaksaan, menteri koordinator hukum dan ham Mahfud MD sempat mencium ada ketidakberesan dalam proses hukum Ferdy Sambo. Mahfud malah menyampaikan ada upaya gerilya untuk mempengaruhi institusi kejaksaan dan kehakiman agar hukuman Sambo dan Putri lebih ringan.

Belakangan, Mahfud MD mengomentari perkembangan di masyarakat terkait tuntutan yang disampaikan kejaksaan terhadap Putri Chandrawati dan Bharada Eliezer. Dia bilang ada perbedaan sudut pandang di mana kejaksaan memakai logika hukum sementara masyarakat menggunakan rasa keadilan.

Karena kejaksaan hanya menggunakan logika hukum maka wajar kalau tuntutan terhadap Eliezer 12 tahun di bawah tuntutan yang disampaikan terhadap Ferdy Sambo.

Sedangkan masyarakat justeru menggunakan rasa keadilan di mana jasa Eliezer yang secara jujur mengungkap kedok Sambo, seharusnya hukumannya ringan bahkan cukup dengan hukuman masa percobaan.

Apa yang disampaikan Mahfud MD maupun Yenti Garnasih sejatinya mewakili apa yang sedang dibicarakan masyarakat. Selain mempertimbangkan rasa keadilan, mereka juga mengacu pada aturan KUHP. Dalam KUHP tertulis bahwa pasal 340 ancaman hukumannya adalah hukuman mati atau setidaknya hukuman seumur hidup.

Faktanya, Jaksa penuntut umum hanya menuntut Putri Chandrawati 8 tahun padahal jelas istri Ferdy Sambo ini melanggar pasal 340. Sedangkan Bharada Eliezer yang membongkar kelakuan Jenderal Ferdy Sambo malah dijatuhi tuntutan 12 tahun.

Seperti yang diucapkan Mahfud bahwa kejaksaan hanya menggunakan logika hukum, masyarakat melalui media sosial pun mempertanyakan tuntutan jaksa yang dianggap tidak adil dan tidak mempertimbangkan rasa keadilan. Tidak heran kalau pakar hukum Yenti Garnasih berpendapat kejaksaan tidak punya malu.

Upaya hukum masih berjalan. Masih ada replik dan duplik sebelum majelis hakim menjatuhkan vonis. Oleh karena itu kita berharap selain logika hukum, majelis hakim menjatuhkan hukuman berdasar atas rasa keadilan. (*)

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT