Oleh: Wartawan Poskota, Fernando Toga
TAHUN baru China atau yang sering dikenal juga dengan sebutan Imlek merupakan peringatan hari raya yang dianggap penting bagi
masyarakat Tionghoa.
Peringatan tahunan ini telah menjadi tradisi turun-menurun yang sudah berlangsung sejak 1600 SM.
Perayaan tahun baru imlek dimulai pada hari pertama bulan pertama di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh pada tanggal
ke-15.
Tempat ibadah seperti klenteng dan vihara pun banyak dikunjungi warga
keturunan Tionghoa untuk sembahyang.
Pastinya untuk berdoa agar dalam tahun
‘Kelinci Air’ ini diberikan kelimpahan dan selalu diberikan kelancaran dalam usaha dan kesehatan bagi sanak saudara.
Tradisi bagi-bagi angpau pun tak luput
saat perayaan imlek tersebut. Hal itu dimanfaatkan sejumlah masyarakat untuk
berbondong-bondong datang demi mendapatkan uang yang dimasukan dalam amplop berwarna merah.
Fenomena pengemis dadakan yang
selalu muncul dalam jelang imlek dan hari
raya umat agama lainnya menjadi pemandangan dibeberapa sudut kota.
Tak jarang para pengemis tersebut membawa serta anaknya agar masyarakat semakin iba dan merasa kasihan.
Fenomena ini sepertinya sudah menjadi
tradisi setiap hari keagamaan berlangsung dan pemerintah pun tampak kesulitan menangani.
Pasalnya para pengemis tersebut datang berbondong-bondong seakan ada
yang mengkoordinir.
Saat dikonfirmasi, para pengemis tersebut mengaku datang dari berbagi daerah
penyangga ibukota, bahkan tak jarang ada
pengemis yang datang dari daerah Jawa
Tengah hanya untuk mengharapkan belas
kasihan dan meraup uang jutaan rupiah
perorangnya.
Untuk mengantisipasi kejadian tersebut
tidak terulang, seharusnya pemerintah daerah menertibkan para pengemis tersebut dan melarang mereka mengemis, bahkan membawa mereka ke panti sosial.
Hal tersebut diharapkan agar membuat
efek jera sehingga kedepannya tidak ada lagi pengemis musiman yang menjamur setiap hari raya keagamaan.(*)