“Sepertinya kita harus sering introspeksi Bro,” kata Yudi mengawali obrolan warteg usai maksi bersama sohibnya, mas Bro dan Heri.
“Bukan hanya membiasakan, tetapi membudayakan mawas diri agar kita tidak serta merta menyalahkan orang lain. Jangan sok benar sendiri, sementara orang atau pihak lain yang salah,” tambah mas Bro.
“Tetapi kalau orang lain salah, apa harus dibiarkan, kita kan harus saling mengingatkan,” kata Heri.
“Boleh mengingatkan untuk sesama teman seperjuangan, tetapi perlu hati-hati, jika ingin menyalahkan orang lain, apalagi kita tidak tahu persis apakah orang lain itu salah, jangan – jangan cuma hoax,” kata Yudi.
“Jangan ikut – ikutan menyalahkan orang lain, sebelum kita tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jangan terbawa emosi,” kata mas Bro.
“Bukankah kita harus mengatakan yang benar itu benar dan yang itu adalah salah itu,” ujar Heri.
“Iya saya setuju itu. Tetapi yang penting jangan gampang menyalahkan orang lain, karena kita ini belum tentu lebih baik dari dia. Boleh jadi, dia yang dianggap salah ternyata lebih baik dari kita yang kerap menyalahkan,” ujar Yudi mengingatkan sohibnya.
“Itulah sebabnya kita perlu mengendalikan diri, menjaga emosi agar senantiasa bisa mawas diri bahwa sebagai manusia tentu memiliki kekurangan. Memiliki keterbatasan soal waktu, tenaga dan pikiran serta kemampuan,” ujar mas Bro.
“Sayangnya, kadang kita tidak sadar atas kesalahan diri sendiri atau tidak mau mengakui kesalahan yang kita lakukan. Bagaikan peribahasa, “Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan, tampak,” urai Yudi.
“Boleh jadi karena kesalahan kita ada di tengkuk sehingga tidak terlihat dan sulit untuk melihat,” kata Heri menimpali.
“Itulah mengapa orang tua kita mengingatkan agar senantiasa "ngiloa githoke dewe - hendaknya kita bisa mengetahui aib diri sendiri,” ujar mas Bro. (jokles)