"Jangan sampai penegak hukum pidana di Indonesia dilaksanakan berdasarkan ketidakmengertian sumber aslinya," tegas Marcus.
Sementara itu, Ketua Senat Akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dr Surastini Fitriasih, SH MH menyatakan sejumlah isu-isu krusial di dalam KUHP terus berkembang seiring waktu, namun sebenarnya itu bersifat subjektif.
Dari pasal-pasal krusial yang ia identifikasi, semua berkembang sangat dinamis setiap saat, misalnya isu soal unjuk rasa yang menyebabkan kerusuhan, baru akhir-akhir ini muncul.
“Kalau kita baca penjelasan dan naskah akademik pada pasal-pasal krusial yang menjadi perdebatan publik, sebenarnya sudah sangat jelas dan gamblang bagaimana aturan hukumnya,” kata Dr Surastini.
Menurutnya, sejumlah pasal di KUHP baru, ada yang dihapus dan ditambahkan karena berdasarkan masukan berbagai pihak dan ahli hukum, sebagain pasal dan aturan itu sebaiknya diatur dalam peraturan daerah (perda). Itulah bentuk penyusuan KUHP yang sangat demokratis.
Sosialisasi KUHP di Medan ini diikuti sekitar 200 orang peserta, yang terdiri dari unsur tokoh agama, tokoh masyarakat, aparat penegak hukum dan mahasiswa, serta elemen masyarakat lainnya.
Dengan adanya sosialisasi ini juga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya penyesuaian terhadap KUHP agar lebih sesuai dengan dinamika masyarakat yang ada saat ini. (wanto)