ADVERTISEMENT

Menata Masa Depan

Senin, 2 Januari 2023 06:56 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

“Semakin dituntut kesadaran untuk saling menghargai guna meredam dan menyingkirkan perbedaan. Dengan kesadaran yang tinggi, apapun bentuk perbedaan akan dapat disatukan dengan sikap toleransi dan saling menghargai,” -Harmoko-
 
Kita telah memasuki Tahun 2023, tahun politik yang serbaneka, karena akan memunculkan bermacam kelompok dukungan, beraneka kelompok simpatisan dan sukarelawan, serta beragamnya aspirasi, juga antipati.Semuanya akan berujung kepada semakin menyeruaknya perbedaan pendapat sebagai embrio kian menipisnya tingkatan toleransi.

Padahal kita tahu menghargai perbedaan adalah esensi toleransi sebagaimana diajarkan para leluhur dari masa ke masa yang kemudian terpatri dalam nilai – nilai Pancasila.

Masa kini yang sedang kita jalani memang tidak lepas dari masa lalu yang bukan lagi milik kita, karena sudah terlewati. Begitupun masa depan, kita tidak akan tahu pasti apa yang bakal terjadi.

 

Para pejuang kemerdekaan, pendiri negeri memang mengingatkan kepada kita  agar  melihat masa lalu sebagai sejarah. Dengan belajar dari masa lalu berarti kita belajar dari pengalaman yang sudah terjadi sebagai pijakan untuk masa depan. Maknanya, belajar sejarah pengalaman masa lalu, bukan berarti kita kembali kepada masa lalu.

Kita harus menyikapinya bahwa masa lalu menjadi nasehat, masa kini adalah perjuangan dan masa depan adalah harapan. Ini sejalan anjuran bahwa tujuan hidup adalah menghapus masa lalu, mengubah masa kini dan menata masa depan.

Berarti fokus kepada masa sekarang, yang sedang kita jalani guna menata masa depan. Saatnya sekarang kita harus berbuat, tentu untuk kebaikan, bukan keburukan. Untuk kemajuan, bukan kemunduran.

 

Dan, ingat! apa yang kita tabur, itulah yang akan kita tuai, nikmati hasilnya. Pitutur luhur mengajarkan “ Ngunduh wohing pakarti” -  apa yang kita lakukan akan membuahkan hasil yang sepadan. Kehidupan manusia, baik dan buruk akibat perbuatan manusia itu sendiri. Siapa yang berbuat pasti akan menerima hasilnya. Itulah petuah leluhur.

Pertanyaan kemudian apa yang akan kita perbuat sekarang agar hasilnya tidak menimbulkan keburukan, kegaduhan dan kerugian bagi diri sendiri, dan masyarakat. Lebih luas lagi, bagi kehidupan bangsa dan negara.

Halaman

ADVERTISEMENT

Editor: Deny Zainuddin
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT