Banyak hal besar yang diagendakan namun tanpa mengangkat masalah kesetaraan jender, para pejuang perempuan itu menuangkan pemikiran kritis dan upaya-upaya yang amat penting bagi kemajuan bangsa Indonesia khususnya kaum perempuan.
Pada Juli 1935 dilaksanakan Kongres Perempuan Indonesia II, dalam konggres ini dibentuk BPBH (Badan Pemberantasan Buta Huruf) dan menentang perlakuan tidak wajar atas buruh wanita perusahaan batik di Lasem, Rembang.
Penetapan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember sendiri baru diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938.
Dan puncak peringatan Hari Ibu yang paling meriah adalah pada peringatan yang ke 25 pada tahun 1953.
Tak kurang dari 85 kota Indonesia dari Meulaboh sampai Ternate merayakan peringatan Hari Ibu secara meriah.
Secara resmi tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu adalah setelah Presiden Soekarno melalui melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 menetapkan bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga saat ini.
Pada awalnya peringatan Hari Ibu adalah untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini.
Misi itulah yang tercermin menjadi semangat kaum perempuan dari berbagai latar belakang untuk bersatu dan bekerja bersama.
Hingga pada tahun 1973 Kowani berhasil menjadi anggota penuh International Council of Women (ICW) yang berperan sebagai dewan konsultatif kategori satu terhadap Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Makna Hari Ibu di Indonesia Sebagai Ungkapan Rasa Sayang
Seiring perjalannya di tengah kemerdekaan yang telah dicapai, Hari Ibu dimaknai lebih sempit dibanding perjuangan perempuan dalam membantu merebut kemerdekaan.
Meski hal utu tidak mengurangi makna dari peran ibu sendiri dalam mengurus suami dan anak di rumah. Tergantung bagaimana kita memaknai hari ibu sendiri.