Tetap Gelar Pertandingan Liga 1 Malam Hari, Pengamat: PSSI Abaikan Keselamatan Pemain dan Penonton

Senin 19 Des 2022, 16:23 WIB
Ilustrasi: Suasana Stadion GBT (Foto: Ist)

Ilustrasi: Suasana Stadion GBT (Foto: Ist)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pengamat sepak bola Indonesia yang juga mantan pemain Persikota Tangerang Rikky Daulay mengaku prihatin dengan sikap PSSI dan panitia pelaksana (Panpel) Liga 1 Indonesia yang kembali menggelar pertandingan pada malam hari.

Padahal, pertandingan malam menjadi salah satu isu krusial dalam temuan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang.

Selain itu, dalam investigasi TGIPF menyebut salah satu sebab jatuhnya ratusan korban dalam tragedi itu adalah karena faktor pertandingan antara Arema FC kontra Persebaya Surabaya digelar malam hari. 

“Kita tahu tragedi Kanjuruhan itu kan terjadi pada pertandingan yang digelar malam hari, menurut saya, selama kasus Tragedi Kanjuruhan itu belum selesai di ranah hukum, saran saya sebaiknya pertandingan dilakukan sore hari saja. Demi menghormati kasus tragedi Kanjuruhan yang belum selesai di ranah hukum,” kata Rikky Daulay kepada wartawan, Senin (19/12/2022).

 

Diakui Daulay, sepak bola Indonesia saat ini sudah menjadi industri, namun masih ada kelalaian atau ketidakpatuhan oleh PSSI terkait dengan keselamatan para pemain dan penonton sepak bola. 

“Menurut saya sepakbola Indonesia memang harus menjadi industri, tetapi harus diingat bahwa keselamatan pemain di lapangan dan kepastian nasib pemain sepakbola harus menjadi prioritas utama,” ujarnya.

“Jangan hanya karena mengejar rating televisi lantas dengan mudah mengikuti kemauan televisi yang menyiarkan. Lalu pemainnya tidak dipikirkan,” sambungnya.

Lanjut Rikky Daulay, para pemilik klub dan PSSI selama ini hanya mementingkan keuntungan pribadi mereka tanpa memikirkan nasib para pemain. Padahal, sepak bola sudah menjadi industri saat ini, artinya pemilik klub dan PSSI tidak hanya mengutamakan kepentingan mereka, tetapi juga kepentingan para pemain.  

“Bayangkan, menurut salah satu kawan saya yang masih aktif di Liga, ketika Liga diberhentikan selama kurang lebih dua bulan kemarin, mereka dipotong gaji hingga 50 persen, padahal dalam kontrak tidak ada poin pemotongan gaji itu. Mereka terpaksa menerima karena takut dipecat dan sulit mencari klub,” ungkapnya.

“Jadi kalau PSSI mau membawa sepakbola Indonesia menjadi bisnis, lindungi dulu pemain dan pelatih sepakbola nya, bangun infrastruktur fisik dan SDM untuk jenjang pembinaan, bukan malah mengikuti maunya televisi,” jelasnya.

Daulay pun mencontohkan Pemerintah Qatar yang tidak mementingkan tayangan televisi untuk meraup keuntungan di Piala Dunia 2022. Ini terlihat dari jadwal Piala Dunia yang sebelumnya biasa berlangsung di bulan Juni-Juli, tapi mereka menggelarnya di bulan November-Desember.

Berita Terkait
News Update