ADVERTISEMENT

Bersama dalam Keberagaman  

Kamis, 15 Desember 2022 15:15 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

“Selama masih ada ketimpangan, selagi belum ada kesetaraan, dapat diduga  upaya membangun kebersamaan guna memperkokoh persatuan dan kesatuan akan terus menghadapi problema.” -Harmoko-
 
 
Kita acap menyaksikan keberagaman masih menjadi embrio pemicu terjadinya konflik, permusuhan dan kebencian satu sama lan. Sementara keberagaman di negeri kita adalah keniscayaan, tidak bisa ditolak kehadirannya. Bahkan keberagaman sebuah anugerah karena dapat menyatukan negeri kita dalam bingkai NKRI.

Negara yang berlandaskan kepada falsafah Pancasila, berpedoaman kepada UUUD 1945, dan bersemboyan kepada Bhinneka Tunggal Ika.

Menjadi bahan renungan bersama mengapa keberagaman masih menjadi perdebatan panjang, masih terus mengusik persatuan dan kesatuan bangsa.
Keberagaman adalah fakta yang di dalamnya terdapat perbedaan. Itulah sebabnya nilai – nilai luhur Pancasila mengajarkan kepada kita untuk saling menghargai perbedaan, bukan mengingkari perbedaan. Bahkan, tidak bisa menolak keadaan untuk hidup bersama dalam keberagaman.

 

Itulah Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Negeri kita mengakomodasi adanya perbedaan, demokrasi kita juga tidak melarang perbedaan pendapat, yang tidak dibenarkan jika tidak menghargai perbedaan.

Perbedaan wajib kita semai untuk mewarnai keindahan demokrasi kita, demokrasi yang santun, beradab, beretika, bermoral dan berkeadilan. Demokrasi yang memupuk kebersamaan di atas keberagaman guna mewujudkan cita –cita negeri yang adil makmur, maju dan sejahtera.
Mewujudkan itu semua memang tidaklah mudah, tak semudah membalik telapak tangan.

Begitu juga membangun kebersamaan di atas keberagaman memerlukan waktu dan proses yang sangat panjang. Perlu kesabaran dan kesadaran bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya. Perlu ketulusan untuk melibatkan diri dan menjadi bagian dari orang lain, bagian dari masyarakat.

 

Jika sudah melebur dalam keluarga besar yang disebut bangsa, hendaknya disertai dengan menanggalkan ego pribadi dan kelompok. Kedua ego tadi  ikut melebur ke dalam ego yang lebih besar lagi, yakni ego (kepentingan) nasional.

Jika sudah masuk ke dalam rumah yang disebut “kebersamaan “ dengan sendirinya harus rela melepaskan diri dari beragam latar belakangnya. Tidak lagi bicara soal asalnya dari mana, agama apa, suku mana, kelompok politik mana, begitupun status sosial ekonominya.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT