Obrolan Warteg: Simbiosis Sambalisme

Jumat 09 Des 2022, 08:00 WIB
Kartun Obrolan Warteg. (kartunis: poskota/ucha)

Kartun Obrolan Warteg. (kartunis: poskota/ucha)

“KALAU ambil sambal kira –kira dong Bro, cabai lagi mahal. Kasihan wartegnya nanti tekor,” kata Heri membuka obrolan selagi maksi di warteg bersama sohibnya Yudi dan mas Bro.

“Kecuali lo bayar harga sambalnya setara satu potong tahu,” tambah Yudi.

“Ceile, yang punya warteg saja nggak segitunya perhitungan. Iya kan Yu,” kata mas Bro sambil melirik Ayu Bahari, pemilik warteg, yang hanya tersenyum.

“Pemilik warteg nggak bakalan bilang jangan terlalu banyak pakai sambal, justru kita ini yang mesti pengertian.Antara pedagang dan pelanggan harus saling pengertian, saling menguntungkan. Simbiosis mutualisme,” urai Heri.

“Oke gue paham, lebih tepatnya simbiosis sambalisme,” ujar mas Bro yang kemudian sedikit mengambil sambal, tidak seperti biasanya tanpa takaran.

“Bukan hanya cabai yang naik. Jelang perayaan Nataru, harga bawang, daging, ayam, telur. Bahkan beras naik juga,” kata Heri.

“Kenaikan tertinggi pada cabai rawit dari sebelumnya Rp40 ribu menjadi Rp50 ribu dan kini Rp60 ribu per kg,” tambah Yudi.

“Sepertinya kalian tahu banget soal harga kebutuhan dapur,” tanya mas Bro.

“Ya karena istri ngomel nyebutin satu- satu harga sembako yang naik. Pengeluaran bertambah, sementara penghasilan tetap,” kata Heri.

“Itu istri lagi nyindir karena nggak ada simbiosis mutualistis, tapi yang terjadi simbiosis parasitisme,” kata mas Bro terkekeh.

“Aneh, setiap jelang perayaan hari – hari besar, harga kebutuhan pokok bergerak naik,” ujar Heri.

Berita Terkait

Obrolan Warteg: Menjaga Lisan

Selasa 13 Des 2022, 06:43 WIB
undefined

News Update