ADVERTISEMENT

Kopi Pagi Harmoko: Tak Cukup Hasrat Menguasai

Kamis, 8 Desember 2022 07:00 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Tentu hasrat yang akan menimbulkan derita bagi dirinya dan orang lain. Seseorang dapat memiliki hasrat tampil dalam bursa pilpres, pileg atau pilkada atau calon pemimpin di bidang apapun, tetapi jika kehadirannya menuai konflik, perseteruan, dan berpotensi renggangnya persatuan, haruskah hasrat itu dipaksakan.

Bukankah “Wani Ngalah luhur wekasane” seperti halnya pitutur luhur yang diajarkan Sunan Kudus (Ja’far Shodiq) lewat tembang Mijil” yang artinya berani mengalah (bukan kalah) untuk memperoleh sebuah kemenangan karena mampu menanggalkan hasrat diri, ego pribadi, menunda kepentingan diri sendiri demi mendahulukan kebahagian orang lain, kepentingan lebih luas lagi. Perlu dimaknai bahwa pitutur ini mengajarkan kepada kita tentang etika, tata krama, adab, kesopanan dan keramah-tamahan seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Tak ubahnya mengajak kita bersikap rendah hati, saling berbagi dan menghormati. Sabar dan ikhlas menerima cobaan serta senantiasa siap untuk bersyukur.

Dapat dipahami bahwa hasrat (desire) adalah keinginan atau harapan yang kuat sebagai esensi manusia untuk meraih citacita. Tetapi esensi itu akan berharga, bercahaya dan bersinar jika dilakukan secara baik dan benar, penuh kejujuran dan berkeadilan. Akan menjadi redup, menggelapkan alam sekitar jika dilakukan dengan penuh keburukan, lebih-lebih “kebusukan”.

Di era sekarang, ketika memasuki tahun politik, di tengah awan kegelapan, semakin dibutuhkan keteladanan para elite dalam mengelola hasrat diri untuk berkuasa atau menguasai.

Tak cukup berbekal hasrat menguasai. Hasrat diri akan berbuah kebaikan dan bermanfaat bagi banyak orang jika dikendalikan secara baik dan benar. Bukan melalui tipu daya, tipu muslihat dengan topeng kepalsuan menebar pencitraan.

Menyongsong pesta demokrasi, para elite hendaknya berlomba menampilkan ide dan gagasan bagaimana memajukan negeri guna mewujudkan kesejahteraan umum, kemakmuran dan keadilan sosial. Bukan adu domba, adu kekuatan, adu kekuasaan dan menang-menangan. Bukan pula mengandalkan pencitraan, hebohnya relawan dan dukungan. Tidak pula sebatas adu popularitas dan elektabilitas. Marilah kita kokohkan hasrat diri lebih berprestasi membangun negeri dalam berkontestasi, bukan nafsu untuk menguasai. (Azisoko)

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT