"Seperti Uni Eropa saat ini inflasinya tercatat sebesar 10 persen (yoy) pada November 2022. Kemudian India dan US yang realisasi inflasinya masing-masing tercatat sebesar 6,77 persen (yoy) dan 7,7 persen (yoy)," kata Airlangga Hartarto.
Sementara itu, Ekonom dari Universitas Airlangga Rudi Purwono mengatakan, ada dampak positif dari Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2023 untuk perekonomian Indonesia.
Di mana masyarakat yang bergerak, meningkat konsumsinya akan membuat perekonomian berputar meski harga sudah pasti akan naik.
"Kondisi pada bulan Desember, di mana ada Natal dan Tahun Baru. Kondisinya masyarakat beraktivitas, berlibur, akan menunjang proses meningkatkan permintaan dan akan menggerakkan ekonomi, konsekuensinya memang tentu harga agak naik keatas," kata Rudi.
Bagi Rudi, pergerakan masyarakat di moment Nataru 2023 menjadi pendorong perekonomian yang bagus, dan bisa dinikmati oleh semua pihak.
"Sisi positif, ekonomi bergerak, tetapi harapan kota ekonomi bergerak juga dinikmati UMKM, mikro kecil dan menengah. Tidak hanya usaha besar. Contoh misalnya hotel, bukan cuma hotel besar, losmen juga. Potensi usaha kecil makanan, oleh-oleh," ucapnya.
Namun, Rudi mengingatkan agar produsen maupun pengusaha juga jangan main harga terlalu besar.
Hal tersebut guna menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang sedang tumbuh.
Rudi juga meminta pemerintah untuk terus menjaga ketersediaan bahan pokok jelang libur Nataru.
"Harapan kami, pemerintah menjaga ketersediaan barang yang terutama berkaitan dengan volatile food, misal beras, daging, bumbu dapur, minyak goreng," tambahnya.
Selama barang tersedia, lanjut Rudi, daya beli masyarakat juga akan terus ada.
Soal inflasi bulan Desember, kata dia, inflasi bisa berada sampai 6 persen.