JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, memprediksi perhelatan Pilpres 2024 mendatang akan sangat minim gagasan politik. Hal ini diperparah tatkala para elite politik yang rajin melakukan pertemuan terlalu tertutup.
Karena ketertutupan itu, Titi menilai ruang transaksional politik akan terbuka lebar.
"Masa kampanye sangat pendek, 75 hari. Waktu itu katanya untuk hindari polarisasi, kalau bicara 2024 politik gagasan itu makin redup," katanya dalam sebuah diskusi, Minggu (20/11/2022).
Lebih lanjut ia menilai politik jual-beli terjadi karena adanya anomali dalam sistem pemilu Indonesia. Menurutnya, sistem Pemilu serentak akan berpotensi merekayasa perilaku pemilih. Dia mengatakan pemilu legislatif dan pemilihan presiden yang serentak menimbulkan efek ekor jas atau coat tail effect.
"Mereka akan memilih partai politik yang juga mengusung atau mengusulkan calon presiden yang juga dia pilih," tuturnya.
Ia beranggapan bahwa Indonesia perlu belajar dari Brazil yang juga baru melakukan pemilu serentak yang memiliki 11 pasangan calon presiden dan wakil presiden.
"Indonesia dengan sistem yang sama namun karena ambang ada batas pencalonan presiden yang angkanya berasal dari pemilu masa lampau, menjadikan sistem presidensial rasa parlementer," ucapnya.
Bagi dia, adanya ambang batas menimbulkan potensi terbukanya ruang transaksi politik apabila persentase partai tidak mencapai ambang batas.
"Terlebih, masih ada 11 bulan lagi masyarakat akan terus disajikan berita mengenai pertemuan antarelit politik dan selama itu pula kita tidak bisa mengakses isi pertemuan," tutur Titi.
"Karena tadi ya pragmatisme akhirnya sistem yang kita hasilkan adalah anomali dari praktik yang sepertinya bisa kita manfaatkan untuk memperbaiki situasi politik dan pemerintahan kita," kata dia.(*)