Oleh: Joko Lestari, Wartawan Poskota
KOALISI perubahan yang digagas tiga parpol, Nasdem, Demokrat dan PKS, tertunda untuk dideklarasikan. Awalnya deklarasi koalisi untuk mengusung Anies Baswedan sebagai capres, direncanakan pada 10 November 2022, dengan mengambil momen Hari Pahlawan.
Penundaan karena menyangkut masalah teknis. Lantas berkembang kepada isu melawan oligarki, pemodal besar yang ada balik koalisi pencapresan Anies.
Itu dinamika politik yang terjadi terkait koalisi yang hingga kini belum tuntas, tak hanya ketiga parpol tersebut, juga parpol lain, utamanya menyangkut penetapan paslon capres cawapres.
Meski secara resmi belum dideklarasikan, tetapi sepertinya Nasdem, Demokrat dan PKS sudah terdapat kesepahaman soal koalisi dan capres. Kalaupun masih menunggu, hanya soal waktu. Begitu kira kira pernyataan para kader dari ketiga parpol tersebut, yang selama ini para petingginya intens melakukan pertemuan.
Kalau kemudian Demokrat dan PKS mendapat pinangan dari parpol lain untuk bergabung dalam koalisi KIB, misalnya, adalah hal wajar.
Saling ajak dengan sejumlah kompensasi untuk memperkuat bangunan koalisi adalah strategi memenangkan capresnya.Kalau kemudian ada yang berpendapat bahwa ajakan tersebut untuk menjegal pencapresan Anies, itu sah sah saja.
Pendapat boleh berbeda sesuai sudut pandang dan argumentasinya, tetapi soal jegal -menjegal hal biasa dalam dunia politik. Persoalannya siapa yang menjegal, siapa yang dijegal, maukah yang dijegal, kembali kepada masing masing parpol.
Ada pernyataan menarik dari pengamat politik bahwa Demokrat dan PKS akan komitmen berjalan bersama dengan Nasdem dalam mengusung Anies Baswedan sebagai capres pada pilpres tahun 2024. Sepertinya tidak mungkin Demokrat dan PKS berlabuh ke koalisi lain. Misalnya ke KIB yang selama ini tergabung dalam koalisi partai pendukung pemerintah, sementara Demokrat dan PKS berada di jalur oposisi.
Sementara sikap Anies selama ini dianggap berseberangan dengan Pemerintahan Jokowi. Dengan kondisi demikian, logika politik akan berbicara bahwa Demokrat dan PKS lebih condong mendukung Anies, ketimbang capres yang mendapat lampu hijau dari pemerintah sekarang atau parpol pendukung pemerintah.
Itu logika politik menurut versi orang awam, tetapi logika bisa bergeser sesuai kebutuhan kepentingan politik saat ini dan mendatang.
Ingat! Dalam perpolitikan di Indonesia dikenal istilah tak ada kawan dan lawan abadi, yang ada adalah kepentingan.
Maknanya, haruskah seiring sejalan bergandengan tangan, meski jalur pendakian cukup terjal, atau bersimpang jalan karena datang tawaran dengan jalur yang lebih mulus dan menggiurkan. Saatnya akan kita saksikan. (*)