Oleh: Miftahur Rahman, Wartawan Poskota
ISTILAH Perang Bintang mungkin tak asing di telinga pecinta sepak bola. Dulu, istilah Perang Bintang ini dipakai untuk menggabarkan festival sepak bola tahunan di Indonesia. Biasanya, diselenggarakan di pertengahan (jeda) musim kompetisi.
Format pertandingan yang digunakan adalah all-star, yang mempertemukan pemain-pemain favorit pilihan masyarakat. Biasanya, pemain terbaik, pencetak gol terbanyak, penjaga gawang terbaik, dan berbagai macam penghargaan lainnya, akan diberikan secara resmi dalam ajang ini.
Namun yang akan saya bahas di sini, bukan Perang Bintang di lapangan rumput hijau. Melainkan Perang Bintang di tubuh Polri, dimana para jenderal atau berpangkat bintang saling buka kartu truf.
Orang yang pertama kali menyebut adanya Perang Bintang di tubuh Polri, adalah Menko Polhukam Mahfud MD. Ia menyinggung isu perang bintang yang terus menyeruak di tubuh Polri, menanggapi pengakuan Ismail Bolong soal uang setoran dari pengusaha tambang ilegal ke petinggi Bareskrim Polri.
Belum ada sepekan setelah video beredar, Ismail Bolong meralatnya. Ia mengaku tidak pernah bertemu dengan Kabareskrim, Komjen Agus Andrianto.
Kok begitu? Mungkin saja Ismail mendapat tekanan pihak tertentu. Sebab, isu setoran dana perlindungan tambang ilegal ini, dapat makin menjatuhkan citra Polri di masyarakat
Lalu, muncul sinyalemen adanya saling sandera antara para jenderal Polri. Irjen Ferdy Sambo vs Komjen Agus Andrianto? Bisa jadi. Jika menilik pengakuan Ismail Bolong bahwa video testimoni itu dibuat pada bulan Februari 2022.
Bisa jadi, Ferdy Sambo yang saat itu menjabat Kadiv Propam Polri, sengaja menyimpan kartu truf ini sebagai alat sandera.
Nyatanya, begitu Ferdy Sambo Cs masuk jurang kasus pembunuhan Brigadir J, tiba-tiba video pengakuan Ismail Bolong itu tersebar.
Pengakuan Ismail Bolong menjadi serangan balasan kepada Bareskrim yang menguliti Ferdy Sambo Cs di kasus Tragedi Duren Tiga.