JAKARTA, POSKOTA.C.ID - Kasus gagal ginjal akut pada anak hingga berujung 133 kematian di Indonesia, terus menjadi perhatian banyak kalangan.
Mereka menuding Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak melakukan fungsi kontrol, dan harus bertanggung jawab.
Tak hanya itu, adanya laporan BPOM kepada pihak berwajib atas produsen obat tersebut sebagai bentuk lepas tangan.
"Padahal sebenarnya tanggung jawab pertama adalah berada pada Kepala BPOM, BPOM Dr Ir Penny K Lukita MCP selalu pemegang regulasi pengawasan obat dan makanan," ujar Direktur Eksekutif Poros Rawamangun Rudy Darmawanto, Kamis (3/11/2022).
.
Sebagaimana tupoksinya, hal ini adalah tindakan arogansi kepala BPOM atas kasus ini padahal maklumat BPOM yang mereka tandatangani sendiri itu pada tanggal 23 Agustus 2008 tentang Kesangupan Melayani Sesuai Standart Pengawasan dan sebagaimana ketentuan yang berlaku di dalam tupoksi BPOM.
"Arogansi kepala BPOM ini adalah bentuk tirani kekuasaan sebenarnya, sadisme di bidang kesehatan jauh lebih kejam dari kasus Kanjuruhan, Malang dan Freddy Sambo," tegasnya.

Masyarakat tergabung dalam Poros Rawamangun . (Ist)
Kematian anak manusia yang berlangsung perlahan dan pasti, bila pun masih hidup tetapi organ tubuhnya terdegradasi oleh zat kimia yang berbahaya itu.
Sungguh tidak bermartabat dan lalai dengan sengaja yang mengakibatkan kematian balita hingga 344 orang balita pewaris bangsa yang akan datang.
"Oleh karena saya minta kepala BPOM segera datanglah dengan kejujuran sampaikan permohonan maaf dan siap menghadapi tanggung jawab hukum jangan lakukan arogansi dengan mengatakan bukan tanggungjawab nya sementara kematian anak manusia ada dan terjadi didepan mata," kata Rudy.
Kepada Presiden Jokowi, kata Rudy, Ia berharap untuk sesegera mungkin mencopot kepala BPOM agar kesan itu orang dekat Istana atau wantimpres kebal akan hukum dan arogansi dapat segera diakhiri.