LPSK pun melakukan pengecekan hingga sejauh mana proses sampai dengan SP3 itu diambil.
"Apakah prosedur secara subtansi ada sesuatu apa dibalik itu hingga kemudian terbit SP3 itu. Tapi harapan kami prosesnya dibuka, penyidikannya dilanjutkan karena pelakunya ada 4 orang pihak lainnya turut serta, saya rasa kita harus memberikan hukuman agar pristiwa yang sama tidak terulang atau termasuk pelaku tidak menjadi ancaman buat perempuan lainnya," ujar Erwin.
Lebih lanjut, Edwin pun menyebut, ada dua cara yang bisa digunakan oleh penyidik, ia mengatakan, penyidik dapat melakukan pra-peradilan terlebih dahulu, bisa juga langsung mendalami dari proses yang berlangsung.
"Ya dengan praperadilan bisa tapi jauh, lebih progresif kalau Polresta atau Polda membuka kembali itu tanpa harus melalui praperadilan," sambungnya.
Kesimpulannya, sambung Edwin, infomarsi yang telah ia peroleh dari pihak Polresta akan menjadi pertimbangan untuk menerima atau menolak permohonan perlindungan dari korban.
"Masih dalam proses penelaahan, pendalaman kepada banyak pihak termasuk koordinasi untuk bisa meyakinkan kami harus menerima atau menolak permohonanya," tutur Wakil Ketua LPSK ini.
Edwin pun menyebut, saat ini, korban telah berpindah tempat kerja, tidak lagi menjadi honorer pada Kementerian Koperasi dan UKM ini.
"Secara personal emosional korban menjadi pribadi yang lain buat keluarganya. Jadi orang yang selama ini cukup dekat cukup curhat ke ibunya pasca peristiwa itu jdi tertutup. Kalau dia ke luar rumah, di telpon di WA gak bales-bales, dirumah juga ga ngobrol di kamar aja gitu," jelasnya.
Saat ini, Erwin mengaku, pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Menteri Koperasi. "Itu juga bagian dari kami langkah langkah apa yang sudah dilakukan di kementerian koperasi," pungkasnya. (Panca)