ADVERTISEMENT

Diduga Korsleting Listrik, Sekeluarga di Pademangan Jakut Tewas Terpanggang, Ini Kata Pengamat Tata Kota

Minggu, 23 Oktober 2022 21:31 WIB

Share
Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna. (ist)
Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna. (ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Peristiwa kebakaran hebat melanda kawasan pemukiman di Jalan Pademangan Timur, Pademangan, Jakarta Utara pada Sabtu (22/10/2022) sekira pukul 17.53 WIB.

Dalam peristiwa yang diduga terjadi karena adanya korsleting arus listrik itu, 3 orang yang merupakan keluarga dinyatakan tewas terpanggang di dalam rumah saat kobaran api membesar.

Peristiwa kebakaran maut ini pun menjadi perhatian banyak pihak, salah satunya Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna.

Menurut Yayat, harus diakui bahwa pemukiman di Jakarta atau di sejumlah tempat yang merupakan kawasan pemukiman kumuh, sangat sulit untuk petugas melakukan upaya pemadaman dan evakuasi terhadap para korban.

"Gangnya juga kecil-kecil, jadi otomatis banyak warga kalau terbakar keliling apalagi dalam kondisi malam hari, panik karena semua orang kadang-kadang menaruh barangnya di tengah jalan untuk dievakuasi, jadi banyak yang terjepit dan menimbulkan korban," kata Yayat saat dihubungi, Minggu (23/10/2022).

Dia berujar, selain dari padatnya bangunan, hal yang tak kalah penting untuk menjadi atensi dalam peristiwa kebakaran, ialah soal instalasi listrik.

Sebab, hubungab arus pendek (korsleting) acapkali menjadi penyebab utama dari terjadinya peristiwa kebakaran di Jakarta.

"Dalam pemasangan instalasi listrik, jangan sekadar asal sambung, jangan separuh nyolong ('Spanyol'), NCB-nya juga harus hati-hati. Karena kebanyakan di kita ini listriknya terbatas tapi pemakaiannya tinggi. Nah, itulah penyebabnya. Jadi kalau misalkan ada tambahan-tambahan bangunan yang kira-kira menambah instalasi listrik, minta tolong diawasi. Ini yang sangat minim di masyarakat," papar Yayat.

"Jadi kalau penyebabnya listrik, otomatis keamanan terkait instalasi listrik perlu diwaspadai, dan kalau bisa kabel-kabelnya pun harus gunakan minimal yg standar SNI. Kalau gak ada ya usahakan kabel yang tahan lama supaya gak mudah rusak. Karena kadang-kadang di pemukiman padat itu yg terjadi banyak kabel-kabel yang dimakan tikus. Ya jadi mudah terbakar, panas, dan sebagainya," sambung dia.

Dengan demikian, kata dia, ihwal pemeliharaan, pengawasan terkait instalasi listrik di setiap rumah perlu diwaspadai.

Sebab, PLN tak memiliki wewenang untuk mengaudit instalasi listrik di masing-masing rumah masyarakat.

"Instalasi itu tanggung jawabnya instalatornya. Jadi yang bertanggung jawab memasang ke rumah-rumah itu ya pemilik rumah dan instalatornya. Karena instalasi di dalam rumah itu kan yang tahu pemilik rumah, kabelnya ke mana, stop kontak ke mana itu kan dia yang tahu sama instalatornya," terang dia.

Jadi, tambah Yayat, kalau harus dilakukan auidit terkait instalasi listrik, kesadaran pribadi pemilik rumah lah yang harus diaudit terlebih dahulu karena pemilik rumah lebih mengetahui bagaimana instalasi itu dilakukan.

"Artinya perlu dibangun kesadaran secara pribadi saja terkait dengan instalasi listrik. Yang paling penting pengetahuan dan pemahaman," ungkapnya.

Selain itu, terkait dengan penataan Jakarta yang relevan, menurutnya rekontruksi Kampung Gembrong Gembira dapat menjadi salah satu contoh untuk bagaimana pemerintah menata ulang Jakarta di masa mendatang.

"Nah, Jakarta ini sebenarnya kalau mau ditata ya kayak di Kampung Gembrong Gembira itu. Artinya sesudah kebakaran ditata ulang, jarus banyak dibuat ruang-ruang kayak gang-gang kebakaran namanya. Jadi dengan adanya gang kebakaran itu, rumah-rumah itu tidak nempel satu dengan lainnya," jelasnya.

"Dan kalau kita amati kan rata-rata pemukiman itu terbuat dari bahan yang mudah terbakar, dari kayu, semi permanen ya sekadar jadi rumah-rumah gitu lah yang sebetulnya tidak layak untuk aspek keselamatan, kenyamanan, dan keamanan," tambah Yayat.

Namun, ujar Yayat, apabila harus melalukan rekontruksi kembali seperti hal-nya kasus Kampung Gembrong Gembira, hal yang pertama kali dilakukan ialah terkait dengan kesepakatan para warga, mulai dari status tanah dan lainnya.

"Kemudian juga yang tida( kalah pentingnya, ada gak anggaran dadakan atau anggaran sumbangan, bantuan. Sebab, tidak bisa mendadak pakai APBD, karena Gembrong kemarin itu pakai dana Baznas. Ya jadi dengan dana Baznas itu mungkin ada CSR atau apa untuk membangun rumah yang secepatnya. Tapi kalau misalnya kasus Gembrong berhasil, ya mungkin juga bisa diterapkan di kawasan Pademangan," pungkas Dosen Teknik Planologi Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan, Universitas Trisakti tersebut. (adam)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT